Diposkan oleh DWI ANDRIYANTO
DEMISIONER KA.BID KAJIBANG (KAJIAN DAN PENGEMBANGAN) HmI MPO FH UII 2009-2010 M
Pendahuluan
1. LATAR BELAKANG
Sejak beberapa tahun ini bahkan dalam beberapa bulan terakhir ini, telah terjadi perompakan di wilayah perairan Somalia. Peristiwa tersebut tepatnya terjadi di wilayah perairan Teluk Aden, pada jalur pelayaran terbuka di Laut Arab antara Yaman dan Somalia lintas Teluk dari Asia ke Eropa serta Terusan Suez. Tempat tersebut telah dijadikan wilayah pembajakan dan mengakibatkan kapal-kapal pengangkut minyak ke Teluk Aden semakin rawan ancaman serangan perompak. Serangan tersebut tidak hanya dilakukan terhadap kapal pengangkut minyak, bahkan, berdasarkan data dari International Maritime Bureau (Biro Maritim International) sebuah organisasi nirlaba dan divisi khusus dari International Chamber Of Commerce (Kamar Dagang Internasional) yang berjuang untuk melawan kejahatan dan malpraktek di bidang kelautan, serangan pembajakan juga dilakukan terhadap kapal pembawa bantuan kemanusiaan, kapal pesiar, serta kapal pembawa persenjataan. Berdasarkan data dari IMB tersebut, pada tahun ini saja, sejak bulan April sampai dengan Juni, telah terjadi 24 pembajakan di kawasan Teluk Aden tersebut. Sedangkan pada tahun 2007 kejahatan serupa dan pada tempat yang sama pula telah terjadi sebanyak 31 kasus perompakan[1].
Peristiwa ini tidak hanya mengganggu keamanan nasional somalia, yang sedang mengalami krisis lemah penegakan hukum, bahkan mengancam keamanan internasional. Hal ini disebabkan kejahatan telah dilakukan pada taraf internasional, yaitu kejahatan yang telah dilakukan terhadap bendera kapal asing dan warga negara asing yang melintasi perairan tersebut[2]. Perompak tersebut berkewargaan negara Somalia dan tujuan utama yang dilakuan prompak tersebut ialah mendapatkan uang tebusan dari pemilik kapal yang ditahan. Beberapa dari pemilik kapal tersebut menyepakatinya dan memberikan sejumlah uang tebusan. Para perompak tersebut mengancam akan mengancurkan kapal dan barang hasil rampasan bila tidak dipenuhinya tuntutan yang mereka lontarkan[3].
Ini merupakan persoalan internasional yang harus segera diselesaikan oleh seluruh negara dan terutama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sebagai organisasi intenasional terbesar di dunia. Berdasarkan Piagam PBB Bab 1 Pasal 1 ayat 1 dinyatkan bahwa tugas pokok berdirinya PBB ialah untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional[4]. Hukum internasional (HI) sebagai norma tertinggi yang yang melindungi dan menengahi setiap peristiwa hukum antar subjek hukum internasinal memiliki peranan penting sebagai dasar hukum penyelesaian permasalahan ini,
ISI
Sebelum kita membahas lebih mendalam, tidak ada salahnya kita lebih mengetahui pengertian-pengertian tentang kedaulatan dan yuridiksi disuatu negara.
KEDAULATAN/ KEDAULATAN TERITORIAL
Pengertian kedaulatan memiliki kerumitan konseptual yang tidak bisa kita pecahkan dalam waktu semalaman, menurut Jawahir tantowi dalam bukunya Hukum Internasional Kontemporer, masing-masing penguasa di setiap wilayah negara-negara memiliki kewenangan untuk menerapkan kekuasaanya, kemampuan nilah yang disebt kedaulatan. Diantara kekuasaan yang dapat merefleksiakan terdapatnya kedaulatan disuatu negara adalahkekuasaan untuk membentuk peraturan dan penegakannya[5].
Kedaulatan toritoral adalah kedaulatan yang dimiliki oleh suatu negara dalam melaksanakan yurisdiksi eksekutif diwilayahnya. Didalam wilayah inilah negara memiliki wewenang untuk melaksanakan hukum nasionlanya[6]. Ini berarti bahwa semua orang yang berada di suatu wilayah pada prinsipnya tunduk pada kekuasaan hukum dari negara yang memiliki wilayah tersebut[7].
Munculnya konesp “kedaulatan toritorial” yang menandakan bahwa didalam wilayah kekuasaan ini juridiksi dilaksanakan oleh negara terhadap orang-orang dan harta benda yang menyampingkan negara lain. Konsep ini memiliki keiripan dengan pemikiran patrimonial pemikiran menurut hukum perdata, dan dalam kenyataan memang parapenulis bidang pelopor hukum internasional banyak memakai prinsip-prinsip pemilikan dari hukum sipil dalam pembahasan mereka mengenai kedaulatan teritorial negara[8].
Kedaulatan teritorial dilukiskan oleh Max Huber, Arbitrater dalm Island Of Palmas Arbitration dengan istilah-istilah[9]:
“Kedaulatan dalam hubungan antara negara-negara menandakan kemerdekaan. Kemerdekaan berkaitan dengan sutau bagian dari muka bumi adalah hak untuk melaksanakan didalamnya, terlepas dari negara lain, fungsi-fungsi suatu negara“.
Seperti diperlihatkan dalam opini nasihat internasional court of justice mengenai perkara western sahara(1975)[10], pertalian hukum dari kedaulatan teritorial terhadap rakyat atau tanah harus dibedakan dari pertalian kesetiaan, dalam hala orang-orang, dan semata-mata hak kebiasaan berkaitan denagn tanah. Dilan pihak, aktivitas negara dalam suatu satu skala yang pantas, ayng secara konklusif memperhatikan pelaksanaan kewenangan, merupakan salh satu pertanda eksistensi kedulatan teritorial. Hal ini sesuai dalam konsep Max Huber mengenai pelaksanaan dari “fungsi-fungsi suatu negara”[11].
Menurut I wayan Parthiana dalam bukunya Pengantar hukum Internasional kedaulatan negara adalah merupaka kekuasaan tertinggi dalam suatu negara ini berarti diatas kedaulatan tidak ada lagi yang lebih tinggi lagi, kedaulatan yang dimiliki oleh suatu negara menunjukan bahwa suatu negara itu adalah merdeka atu tidak tunduk pada kekuasaan negara lain. Tetapi hal ini tidak bisa diartikan bahwa kedaulatan itu tidak akan ada yang membatasi, atau sebagai tidak terbatas sama sekali, pembatasannya sendiri adalah Hukum, baik hukum nasional maupun hukum internasional[12].
Menurut I wayan Parthiana, Kedaulatan dibagi menjadi dua aspek, yaitu:[13]
- Aspek internal adalah merupaka kekuasaan tertinggi untuk mengtur segala sesuatu yang ada atau terjadi didalam batas –batas diwilayahnya.
- Aspek eksternal adalah kekuasaan tertinggi untuk melakukan atau mengadakan hubungan dengan anggota masyarakat internasional maupun mengatur segala seuatu yang berada atau terjadi diluar wilayah negara itu, tetapi sepanjang masih ada kaitannya dengan kepantingan negara itu.
Menurut ian Brownlie yang dikutip oleh jawahir tantowi, Kedaulatan internal direaliasikan dalam bentuk kewenangan atau kemampuan untuk:[14]
a) Membentuk hukum
b) Mendaoat ketundukan
c) Memutus persoalan-persoalan dalam jurisdiksinya.
Sedangkan Kedaulatan eksternal direaliasikan dalam benuk kewenangan atau kemampuan untuk:
a) Sebuah jurisdiksi atas wilayahnya dan warganya yang mendiaminya
b) Wajib bagi negara-negara lain untuk tidak campur tangan atas persoalan yang terjadi diwilayah negara lain
c) Kewajiban-kewajiban yang diakibatkan oleh hukum kebiasaan dan perjanjian internasional didasar kehendak dari negara itu sendiri.
Dewasa ini terjadi perembangan dan perubahan peta bumi politik dan ekonomi yang cukup besar. Msalnya, perkembangan di eropa barat yang yagditandai ole bersatuna eropa barat atau eropean community, sejak tahun 1992 setiap penduduk masyarakat eropa bebas mengunjungi dan bekerja dinegara-negara eropa lainnya tanpa administrasi dan imigrasi yang ketat[15]. Contoh lainya adalah ketiak indonesia menjadi anggota WTO. Cukup banyak miring ditanah air yang menganggap bahwa masuknya RI menjadi anggota WTO.Kedaulatan RI dibidang perdaganan tidak ada lagi. Malah ada anggota legislatif yang menginginkan RI keluar dari WTO[16].
YURISDIKSI
Yurisdiksi adalah kekuasaan atau kewenangan hukum negara terhadp orang, benda atau peristiwa(hukum). Pada prinsipnya memiliki kekuasaan untuk mengatur hubungan hukum yang dilakukakn oleh orang (warga negara atau warga negara asing) yang berbeda diwilayahnya. Negara pun memiliki wewenang yang sama untuk mengatur bneda-benda atau peristiwa-peristiwa (hukum), yang terjadi didalam wilayahnya[17].yurisdiksi merupakan refleksi dari prinsip dasar kedaulatan negara, persamaan derajat negara dan perinsip tidak campur tangan suatau negara terhadap urusan domestik negara lain.[18] Prinsip-prinsip tersebut tersiat dari prinsip hukum “par in parem non babet imperium”. Artnya, pera pihak(nagara) yang sama kedudukan nya tidak mempunyai yurisdiksi terhadap pihak lain (“equal do not have jurisdiktion over each other”).[19]Menurut Hans Kelsen, prinsip hukum “par in parem non babet imperium” itu memiliki beberapa arti, yang pertama,suatu negara tidak dapat melaksanakan yurisdiksi memaliu pengadilannya terhadap tindakan-tindakan negara lain, kecuali negara tersebut menyetujuinya. kedua, suatu pengadilan dibentuk berdasarkan suatu perjanjian internasional tidak dapat mengadili tindakan suatu neara yang bukan merupakan anggota dan peserta dari perjanjian internasional tersebut, ketiga, pengadilan disuatu negra tidak dapt mempersoalkan keabsahan suatu tindakan negara lain, yang dilaksanakan didalam wilayahnya[20]
Menurut Imre anthony csabafi dalam bukunya “The consept of state jurisdiktion in internasional space Law” mengemukakan sebagai berikut:
“State jurisdiktion in publik internasional law meand the right of a state to regulate or affect by legislative executiv, or judical meansures the right of persion, property, acts or events with respec to matter not exlusipelly of domestict concern.[21] Sementara itu vaughan Lowe merupka bahwa jurisdiksi merupakan istilah yang menggambarkan batasan dimaa kompetensi legal dari sebuah negara atau otoritas mengatur untuk membuat, menerapkan, dan penegakan peraturan atas tingkahlaku para subjeknya.[22]
Unsur-unsur jurisdiksi menurut F.A mann dan Imre anthony, adalah:[23]
- Hak, kekuasaan atau kewenangan
- Mengtur (legislative, eksekutiv, judikatif)
- Obyek (hal, peristiwa, perilaku, masalah, orang benda)
- Tidak semata-mata hanya masalah dalam negeri (mot exlusivelly of domestic concert)
- Hukum internasional (sebagai landasanya)
Praktek pelaksanaan yurisdiksi.[24] Oleh negara-negara terhadap orang, harta benda dan tindakan-tindakan atau peristiwa-peristiwa berbeda-beda di setiap negara dan perbedaan-perbedaan ini disebabkan faktor-faktor historis dan geografis, yang meskipun kurang memainkan peran penting karena, dengan alasan perkembangan-perkambangan teknologi negara-negara secara geografis lebih bersatu.[25]
Pembahasan/Kasus Permasalahan
Sejak beberapa pekan ini bahkan dalam beberapa bulan terakhir ini, telah terjadi perompakan di wilayah perairan Somalia. Peristiwa tersebut tepatnya terjadi di wilayah perairan Teluk Aden, pada jalur pelayaran terbuka di Laut Arab antara Yaman dan Somalia lintas Teluk dari Asia ke Eropa serta Terusan Suez. Tempat tersebut telah dijadikan wilayah pembajakan dan mengakibatkan kapal-kapal pengangkut minyak ke Teluk Aden semakin rawan ancaman serangan perompak. Serangan tersebut tidak hanya dilakukan terhadap kapal pengangkut minyak, bahkan, berdasarkan data dari International Maritime Bureau (Biro Maritim International) sebuah organisasi nirlaba dan divisi khusus dari International Chamber Of Commerce (Kamar Dagang Internasional) yang berjuang untuk melawan kejahatan dan malpraktek di bidang kelautan, serangan pembajakan juga dilakukan terhadap kapal pembawa bantuan kemanusiaan, kapal pesiar, serta kapal pembawa persenjataan. Berdasarkan data dari IMB tersebut, pada tahun ini saja, sejak bulan April sampai dengan Juni, telah terjadi 24 pembajakan di kawasan Teluk Aden tersebut. Sedangkan pada tahun 2007 kejahatan serupa dan pada tempat yang sama pula telah terjadi sebanyak 31 kasus perompakan.
Peristiwa ini tidak hanya mengganggu keamanan nasional somalia, yang sedang mengalami krisis lemah penegakan hukum, bahkan mengancam keamanan internasional. Hal ini disebabkan kejahatan telah dilakukan pada taraf internasional, yaitu kejahatan yang telah dilakukan terhadap bendera kapal asing dan warga negara asing yang melintasi perairan tersebut. Berdasarkan berita dari surat kabar harian Perancis, le monde 19 November 2008, perompak tersebut berkewargaan negara Somalia dan tujuan utama yang dilakuan prompak tersebut ialah mendapatkan uang tebusan dari pemilik kapal yang ditahan. Beberapa dari pemilik kapal tersebut menyepakatinya dan memberikan sejumlah uang tebusan. Para perompak tersebut mengancam akan mengancurkan kapal dan barang hasil rampasan bila tidak dipenuhinya tuntutan yang mereka lontarkan.
Bisnis merompak, omzetnya sungguh menggiurkan, Menurut menlu (menteri luar negeri) Kenya, Moses Wetangula, komplotan bajak laut alias perompak asal Somalia bisa meraup uang sebesar $ 150 juta dollar AS, tahun 2007 lalu, dari hasil uang tebusan atas kapal-kapal laut yang dibajak dan disanderanya. Pemerintahan Somalia tidak berfungsi secara efektif sejak tejadi perang saudara pada tahun 1991. Setelah 6 bulan kelompok-kelompok perlawanan Islam pada tahun 2006 menguasai hampir seluruh wilayah selatan Somalia, banyak dilaporkan terjadi peristiwa perompakan. Hampir seluruh kejadian perompakan berlangsung di sekitar Teluk Aden dan di lepas pantai Somalia. Teluk Aden berhubungan dengan Lautan Hindia dan mempunyai link dengan Terusan Suez dan Laut Tengah (laut Mediterania), dimana setiap tahunnya dilewati sekitar 20.000 kapal laut.
Pada tahun 2008 ini saja, sejak bulan Januari sudah 88 kapal diserang di kawasan tersebut dan sejauh ini 33 kapal dikuasai perompak. Para perompak menggunakan kapal kecil cepat (speed boat) dan melengkapi dirinya dengan senjata Kalashnicov beserta pelontar granat ketika sedang beraksi. Aksi para perompak pada tanggal 14 November 2008 yang lalu sungguh spektakuler, sebuah kapal tanker raksasa (berbobot mati 318.000 ton) berukuran 3 kali lebih besar dari kapal induk, milik perusahaan minyak Arab Saudi, Aramco, bernama Sirius Star, yang membawa penuh muatan minyak mentah sebanyak 2 juta barrel seharga $ 100 juta AS, berhasil dikuasai oleh para pembajak Somalia (Minggu, 16 November 2008). Yang mengejutkan aksi ini dilakukan jauh dari Teluk Aden, lokasi perompakan yang biasanya mereka lakukan. Sirius Star dalam perjalanan ke AS melalui Tanjung Harapan, Afrika Selatan, tidak melalui Teluk Aden, tetapi melewati Terusan Suuz. Kapal tanker ini kemudian oleh para perompak digiring ke Eyl di utara Somalia. Eyl merupakan tempat berlindung bagi para perompak itu. Perompak meminta uang tebusan 25 juta dollar AS. Mereka siap diserang dan tidak mau melepas kapal milik Arab Saudi yang disandera itu, berawak kapal 25 orang (19 Filipina, 2 Inggris, 2 Polandia dan 2 Arab Saudi). Para pembajak memberi batas waktu 10 hari, jika tidak dipenuhi mereka akan menghancurkannya, tanpa memperinci lebih lanjut.
Analisis
Penulis akan menganalisis dari prespektif ilmu hukum internasional, untuk jawaban atas pertanyaan yang kedua ketiga dan keempat, yaitu tentang pemecahan permasalahan dan kedaulatan negara lain dinegara somalia, penulis berpandangan sebagi berikut:
Somalai adalah negara yang sedang banyak permasalahan didalamnya, terutama tentang hukum, karena hukum disana sejak tahun 2006 telah mati, dikarenakan didudukinya pemerintahan oleh sekelompok pemberontak[26], Hukum internasional (HI) sebagai norma tertinggi yang yang melindungi dan menengahi setiap peristiwa hukum antar subjek hukum internasinal memiliki peranan penting sebagai dasar hukum penyelesaian permasalahan ini. Sementara dilain sisi, HI dikenal dengan hukum yang kurang efektif dalam menyelesaikan permasalahan peristiwa hukum publik internasional hal ini dikarenakan sanksi tidak dapat selalu diterapkan terhadap pelaku. Contohnya pelanggaran oleh Amerika yang memasuki wilayah kedaulatan Suriah dengan alasan pemburuan terhadap teroris, peristiwa tersebut menewaskan penduduk sipil, namun sampai detik ini tidak sanksi tegas dari PBB maupun Dewan Keamanan.
Perompakan menurut PBB adalah sebuah kehajahatan. Dan memang tidak bisa ditolerir karena telah merusak keseimbanagan disuatu negara dan berdampak kenegara lain, yang jadi permasalahanya adalah somalia sebagai negara yang berdaulat dan mempunyai yurisdiksi dinegaranya tersebut yang tidak bisa dicampuri oleh negara lain.menurut J.G.Starke. konesp “kedaulatan toritorial” yang menandakan bahwa didalam wilayah kekuasaan ini juridiksi dilaksanakan oleh negara terhadap orang-orang dan harta benda yang menyampingkan negara lain[27]. [28]Kedaulatan toritoral adalah kedaulatan yang dimiliki oleh suatu negara dalam melaksanakan yurisdiksi eksekutif diwilayahnya. Didalam wilayah inilah negara memiliki wewenang untuk melaksanakan hukum nasionlanya.
Ini menadakan betapa besarnay kedaulatan negara didalam negaranya sendiri, dan bila keadulatan suatu negara didicampuri atau “acak-acak” oleh negara lain, maka negara yang bersangkutan dibolehkan untuk memberikan sikaf tegas kepada negra yang mancampuri urusan kedaulatannya.tetapi yurisdiksi itu tidak berlaku bagi kapal perang dan kapal pemerintah asing yang menikmati kekebalan[29]. Sebenanya dalam hukum internasional terdapa beberapa prinsip yang sering dianut oleh suatu negara,menurut Jawahie tantowi dan pranoto Iskandar prinsip-prinsip tersebut adalah:[30]
1. Teritorial
2. The ‘effect’ Doctrine
3. Kebangsaan
4. Prinsip Nasionalitas Pasif
5. Prinsip Protektif
6. Prinsip Universal
7. Treaty-Bassed Extensions of Jurisdiction
Negara yang memasuki kedaulatan negara lain (kedaulatan negara atas wilayah Laut)[31] juga telah melanggar Konvensi hukum laut PBB 1982 (United Convention on The Law of the Sea of 1982) di teluk montego Jamaica pada tanggal 10 Desember 1982.
Apakah Negara selain Negara yang berdaulat(selain Somalia), berhak menangkap dan mengadili pelaku perompakan?
Kejahatan atau dalam istilah yuridis disebut tindak pidana, peristiwa pidana perbuatan pidana atau Delik, kadangkala tidak saja menyangkut kepentingan satu negara, tetapi juga menyangkut kepantingan lebih dari satu negara. Satu hal juga biasa disebabkan oleh peristiwa itu sendiri yang memang terjadi pada dua negara baik secara serentak atau secara beruntun: Peristiwanya terjadi didalam suatu negra tetapi menimbulkan akibat dinegara lai;pelaku tersebut melarikan diri kenegra lain;dan lain sebagainya.[32]
Bila dilihat dari permasalahan yang ada, penulis berpendapat bahwa negara yang dirugikan oleh perompak didaerah somalia berhak menangkap dan dengan bahasa kasarnya “dibolehkan mencampuri” kedaulatan disuatu negara (Prinsip Universal). Penuis merujuk dar bukunya J.G.Starke yang menyatakan kurang lebih pengertianya sebagai berikut:
“Perompakan merupakn suatu tindak pidana yang berada diyurisdiksi semua negara dimanapun tindakan itu dilakukan, tindakan pidana itu merupakan bertentangan dengan kepentinagan masyarakat internasional, maka tindakan itu dipandang sebgai delik Jure Gentium dan setiap negara berhak menangkap dan menghukum semua pelakunya”.[33]
Kejahatan-kejahatan delik Jure Gentium selain dari pada Perompak dan Kejahatan Perang, menimbulkan Pertimbangan-pertimbangan yang agak perbeda,. Oleh karena itu tindak pidana perdagangan obat bius, perdagangan wanita dan anak-anak dan pemalsuan mata uang telah dimasukkan dalam ruang lingkup konvensi-konvensi Internasional. Tetapi ditangani atas dasar aut punire, aut dedere, yaitu para pelakunya dihukum oleh negara dimana dalam wilayahnya mereka ditangkap atau di-ektradisikan kepada negra yang memiliki kewenangan dan kewajiban melaksanakan yurisdiksi terhadap mereka[34].
Masalah perompak ini-pun dan Prinsip Universalitas ini dibahas dan dikukuhkan di Konvensi Jenewa 1949 berkenaan dengan tawanan-twanan perang, perlindungan penduduk sipil dan personel yang mendeita sakit dan luka-luka serta dilengkapi dengan protokol I dan II yang disahkan pada tahun 1977 oleh konferensi diplomatik di Jenewa tentang . penanggulanagnnya, baik pencegahan maupun pemberantasanya, tidaklah cukup bila hanya dilakukan oleh negara-negra secara sendiri-sendiri, melainkan membutuhkan kerjasama internasional. Kerjasama Pencegahan dan pemberantasan baik lembaga-lembaga internasional seperti International kriminal police Organization (ICPO-INTERPOL) maupun kerjasama bilateral dan multylateral.[35]
Apakah Tindakan nyata PBB?
United Charter, atau yang kita kenal dengan piagam PBB adalah norma tertinggi bagi organisasi internasional PBB. Secara tegas dan jelas tercantum pada awal bab pertama Pasal 1 ayat 1 bahwa :[36]
“Les buts des Nations Unies sont les suivants : (1) Maintenir la paix et la sécurité internationales et à cette fin : prendre des mesures collectives efficaces en vue de prévenir et d’écarter les menaces à la paix et de réprimer tout acte d’agression ou autre rupture de la paix, et réaliser, par des moyens pacifiques, conformément aux principes de la justice et du droit international, l’ajustement ou le règlement de différends ou de situations, de caractère international, susceptibles de mener à une rupture de la paix”
Tujuan PBB adalah Menjaga perdamaian dan keamanan internasional dengan cara : mengambil tindakan secara bersama-sama dengan tujuan mencegah dan menghindari ancaman keamanan serta menekan seluruh aksi penyerangan atau pemutusan terhadap keamanan, dan mengadakan, secara damai, sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan hukum internasional, penyesuaian atau menyelesaikan perbedaan atau situasi, yang bersifat internasional, yang dapat diubah ke arah terciptanya perdamaian.
Berdasarkan piagam ini, sangat jelas diatur bahwa sebagai anggota PBB berhak menuntut kepada PBB agar segera menciptakan keamanan di wilayah Teluk Aden. Wilayah wilayah tersebut adalah laut teritorial Somalia, namun dikarenakan lemahnya Penegakan hukum di Somalia serta berbagai krisis yang melanda negara tersebut, maka Pemerintah Somalia tidak dapat berbuat banyak dalam rangka mengamankan wilayah tersebut. Salah satu jalan yang dapat dilakukan oleh PBB adalah dengan meningkatkan keamanan di wilayah tersebut, melalui organ keamanannya dan bekerjasama dengan negara-negara tetangga atau negara yang memiliki kepentingan melewati jalur tersebut. Selain ketentuan di atas, pengaturan terhadap perompakan secara khusus telah dilakukan oleh PBB, yaitu dengan disahkannya Konvensi Hukum Laut, 10 Desember 1982 (KHL 1982). Di dalam Konvensi ini secara umum telah dibahas mengenai pembajakan laut pada Pasal 100-107. Di dalam pasal-pasal tersebut tercantum ketentuan sebagai berikut :[37]
- Pasal 100 mengenai kewajiban bekerjasama terhadap pemberantasan pembajakan laut,
- Pasal 101 mengenai definisi pembajakan laut,
- Pasal 102 mengenai pembajakan oleh kapal perang, kapal negara atau pesawat dimana digunakan untuk memberontak,
- Pasal 103 mengenai definis kapal dan pesawat pembajak,
- Pasal 104 mengenai kepemilikan atau hilangnya warga negara pembajak,
- Pasal 105 mengenai penangkapan kapal atau pesawat pembajak,
- Pasal 106 mengenai tanggung jawab ketika melakukan penanggkap tanpa pertimbangan,
- Pasal 107 mengenai kapal dan pesawat yang berwenang melakukan penangkapan untuk alasan pembajakan.
Konvensi ini berlaku bagi setiap negara yang telah meratifikasi dan juga berlaku bagi negara yang belum meratifikasi. Hal ini dikarenakan permasalahan dalam konvensi ini menyangkut keamanan secara umum dan kejahatannya bersifat umum, yaitu seluruh negara mengakui bahwa perompakan merupakan kejahatan.
Dalam peristiwa hukum internasional ini, yang perlu diangkat dan dijadikan dasar pelaksanaan penegakan hukum oleh PBB adalah Pasal 1 “Semua Negara akan bekerja sama sejauh mungkin dengan pemberantasan pembajakan laut di laut lepas atau di tiap tempat lain di luar daerah kekuasaan hukum sesuatu Negara”. Selanjutnya hal ini dipertegas oleh Pasal 105 yang memberikan kewenangan kepada setiap negara untuk menangkap perompakan lalu memberikan sanksi terhadap pelaku perompakan tersebut.
Selain negara, organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional berhak melakukan pengamanan atau penangkapan terhadap perompakan. Misalnya yang dilakukan oleh North Atlantic Treaty Organization (NATO), organisasi internasional ini memiliki misi khusus menjaga perdamaian dan keamanan di wilayah Atlantik dan sebagaimana dilontarkan oleh Sekjen NATO Hoop Scheffer NATO berkomitmen membantu pengamanan di Afrika[38].
Solusi untuk PBB
Melihat sifat gangguan keamanan berupa perompakan oleh sebagian kecil warga negara Somalia, PBB dalam rangka meningkatkan keamanan di wilayah Teluk Aden harus bekerjasama dengan subjek HI lainnya, yaitu dengan organisasi internasional yang memiliki tujuan yang sama dan dengan negara-negara yang memiliki kemampuan untuk mengirimkan bantuan ke wilayah tersebut dan memiliki kepentingan terhadap keamanan diwilayah itu. Tindakan ini merupakan tindakan yang paling cepat dan efektif sebelum kejahatan tersebut membesar dan semakin membahayakan kewasan lainnya. Hal ini berdasarkan Pasal 107 “Penangkapan lantaran perampokan hanya boleh dilakukan oleh kapal-kapal perang atau pesawat terbang militer atau kapal atau pesawat terbang lain yang sedang menjalankan tugas pemerintahan dengan tugas untuk maksud itu”[39].
Terhadap pelaku perompakan akan segera diadili menurut hukum negara yang memungkinkan mengadili kejahatan tersebut. Jika Somalia tidak memiliki kemampuan dalam meneggakkan hukumnya, maka Negara tatangga yang memiliki kepentingan dalam rangka meningkatkan keamanan dan memiliki peraturan mengenai kejahatan perompakan berhak untuk mengadili para perompak. Hal ini apa yang telah dilakukan oleh angkatan laut Inggris, yang menyerahkan tindak pelaku kejahatan perompak kepada pengadilan Kenya.
Resolusi PBB tentang Perompak Somalia ini telah disepakati.Resolusi No. 1816 tersebut disahkan dengan suara bulat oleh 15 anggota Dewan Keamanan di Markas Besar PBB, New York, Senin (2/6), dan intinya memberikan kewenangan kepada negara-negara untuk melakukan penegakan hukum terhadap perompak di sekitar perairan Somalia[40].
Permasalahan lain muncul, yaitu walaupun telah dilakukan pengamanan di wilayah laut merah dan Telauk Aden oleh beberapa negara, namun tetap saja korban perompakan meningkat. Hal ini dikarenakan luasnya wilayah yang harus dipantau dan hukum internasional tidak menghukum mereka yang ditangkap karena akan merompak.
PENUTUP
KESIMPULAN
Kedaulatan suatu negara memang tidak boleh dilanggar dan/atau dicampuri oleh negara lain, akan tetapi dalam hal ini, suatu negara diperbolehkan untuk “memakai” yurisdiksinya, selagi dalam batasan Kebiasaan Hukum Internasional, Ketentuan Konvensi-konvensi dan Piagam PBB. Tetapi ditangani atas dasar aut punire, aut dedere, yaitu para pelakunya dihukum oleh negara dimana dalam wilayahnya mereka ditangkap atau di-ektradisikan kepada negra yang memiliki kewenangan dan kewajiban melaksanakan yurisdiksi terhadap mereka.
Bahwa Perompak merupakan Kejahatan ayang sulit untuk ditundukan bila mana hanya dilakukan oleh satu negara saja, melainkan semua negara harus bersatu dengan satu tujuan. Kerjasama Pencegahan dan pemberantasan baik lembaga-lembaga internasional seperti International kriminal police Organization (ICPO-INTERPOL) maupun kerjasama bilateral dan multylateral.
PBB dan Dewan keamananya sebagai yang aktif dalam masalah ini telah melakukan beberapa tindakan tegas tentang perompak somalaia ini dan bahkan PBB telah mengeluarkan Resolusi tentang Perompak ini.
SARAN
PBB dan negaa-negara haruslah berperan aktif dan lebih berfokus kepada permasalahan Prompak somalaia ini yang telah lama jadi bahan “cibiran”. Kasus ini sangat lama terdengar akan tetapi tidak akan tindakan nyata dari PBB dan Negara-nagara anggotanya.
[5] Jawahir Tantowi dan Pranoto iskandar.hukum internasional Kontemporer.,Bandung:Refika aditama.2006.Hlm 151.
[7] Huala Adolf, Aspek-aspek negara dalam hukum internasional.Jakarta:Raja Grafindo Persada. Cetakan ketiga.2002.Hlm 111.
[9] Max Huber. Dikutip oleh J.G. Starke dalm bukunya Pengantar Hukum internasional,...Op.Cit Hlm 211.
[10] Lihat UN Document, A/37/582, tanggal 29 oktober 1982, yang dimana kurang lebih menjelaskan sebagai berikut:
ICJ 1975, 12 pada tahun 1982, dimua perserikatan bangsa-bangsa(PBB), pemerintah inggis juga membedakan kedaulatan teritorial dari hak untuk menetukan nasib sendiri, dengan berpendapat bahwa klaim-klaim kedaulatan argentina dan faktor-faktor yang terkait t idak dapat dipakai untuk mengesampingkan hak penentuan nasib sendiri dari penduduk keulauan Falkland, yang mana penduduknya merupakan “rakyat” ntuk penentuan nasib sendiri;
[16] Dikutip oleh Huala Adolf dari tulisannya “indonesia, the WTO and Globalization”di muat di koran the jakarta Post, 7 november 1998 (mengungkapkan bahwa krisis moneter RI bukan adanya Globalisasi ekonomi atau masuknya RI kedalam WTO, tetapi lebih banyak kebijkakan RI sendiri yang “memelihara” praktek KKNselam Rezim ORBA)
[22] Malcon N. Shaw, Internastional Law, Cambridge dikutip oleh Jawahir tantowi dan Pranoto iskandar. Hukum onternasional ,....Op.Cit Hlm. 153
[23]I wayan Parthiana, Pengantar hukum internasional, Op.Cit. Hlm 298
[24] Lihat Kajian hakim Philip Jessup (versi bahasa indonesia) dikutip oleh J.G. Starke 269 “Jurisdikyion” dalam U.S Naval War College Internationla Law studies (1980) 303-318, dan mann “the Doctrine of Jurisdiktion In International Law” (1964) Hague Recuil 9. Tiga kekuasaan jurisdiksi utama adalah proses yudisial, penegakan peraturan perundang-undangan administrasi dan lain-lain, dan apa yang disebut yurisdiksi “prespkriptif” yaitu persetujuan pada perundang-undangan , peraturan-peraturan dan lketertiban yudisial.
[30] Lebih Jelas Lihat Bukunya Jawahir Tantowi dan Pranoto iskandar.hukum internasional Kontemporer.Op.Cit Hlm.158-166
[31] Lebih Jelas Lihat bukunya Huala Adolf Aspek-aspek negara dalam hukum internasional, Jawahir Tantowi dan Pranoto iskandar.hukum internasional Kontemporer. J.G.Starke, Pengantar hukum inetrnasional. I wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional dan Mochtar Khusumadmaja.
DAFTAR PUSTAKA
Buku,Jurnal dan Tabloid
Jawahir Tantowi dan Pranoto iskandar.hukum internasional Kontemporer. Bandung:Refika aditama.2006.
Hans Kelsen, Principles of internasional Law, New York:Renehart dan Co,.1956.
Huala Adolf, Aspek-aspek negara dalam hukum internasional. Jakarta:Raja Grafindo Persada. Cetakan ketiga.2002.
J.G.Starke, Pengantar hukum inetrnasional. Jakarta:Sinar Grafika. edisi kesepuluh. 2009.
I wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Bandung:Mandar maju,. 1990.
Tabloid Diplomatik, edisi April 2009.
Internet dan media
The Jakarta Post
Le monde,Prance, 19 November 2008
Documen-documen dan/atau konvensi-konvensi PBB
Piagam PBB(United Charter)
Konvensi hukum laut PBB 1982 (United Convention on The Law of the Sea of 1982) di teluk montego Jamaica pada tanggal 10 Desember 1982.