copyright.http://4.bp.blogspot.com
DIPOSTING OLEH DWI ANDRIYANTO. DEMISIONER KA.BID KAJIAN DAN PENGEMBANGAN (KAJIBANG) HmI MPO FH UII 2009-2010 M
BAB I
Pendahuluan
1. LATAR BELAKANG
Hukum acara perdata adalah peratutran hukum yang mengatur bagaimana caranay menjamin ditaatinya hukum perdata materiil, dengan perantaraan hakim, dengan kata lain hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimna caranya menjamin pelaksanaan hukum materiil, lebih kongkrit lagi dapat dikatakan bahwa hukum acara perdata mengatur tentang bagaimna caranya mengajukan tunatutan hak, memeriksa serta memutusnya pelaksanaan dari pada putusannya.
Bagi peradilan volunter pada umumnya tidak berlaku tentang hukum pembuktian dan BW buku ke VI, demikian pula H.I.R pada umumnya hanya disediakan untuk peradilan contentieus, menrut yurisprudensi HR maka asas terbuka dan pintu terbuka serta bahwa putusan harus alasan-alasan hanya berlaku bagi peradilan contentineus dan bukan bagi eradilan volunter, disini pun penulis menjelaskan tentang Pemanggilan para pihak-pihai yang bersengketa secara patuh, sita jaminan, dan komulasi gugatan, yang dari kesemuanya itu merupakan bagian dari hukum acara perdata yang harus kita ketahui sebagai mahasiswa dan mahasiswi hukum.
2. TUJUAN
Tujuan pembuatan Makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Agraria, selain itu untuk lebih mengatahui dan menelaah lebih mendalam hak-hak menguasi negara atas tanah.
3. RUMUSAN MASALAH
Adapun beberapa rumusan masalah yang manjadi landasan pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
- Bagaimanakah tata cara beracara dari mulai pendaftaran perkara hingga putusan hakim?
- Apa yang dimaksud engan Peradilan Voluntair dan apa conth-contohnya?
- Apa yang dimaksud perwakilan kelompok (Class action)?
- Apakah yang dimaksud Kumulasi gugatan dan beracara dari tiga pihak?
- Apa yang dimaksud sita jaminan dalam hukum acara perdat?
- Bagaimana Prosedur pemanggilan pihak-pihak secara patut?
4. METODE PENULISAN
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan yuridis-normatif. Data diperoleh dari data sekunder berupa bahan hukum (primer, sekunder dan tersier), dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif-kualitati.
ISI
A.TAHAP-TAHAP HUKUM ACARA PERDATA
Hukum acara atau hukum formil adalah hukum yang berfungsi untuk menegakkan, mempertahankan dan menjamin ditaatinya ketentuan hukum materiil dalam raktek melalui perantaraan pengadilan. Oleh karena itu hukum acara terbagi menjadi ahapan-tahapan dan prosedur-prosedur yang harus dilali oleh pihak-pihak yang berperkara dipengadilan. Pada dasarnya hukum acara perdata dapat dibagi dalm garis besarnya menjadi tiga tahap. Yaitu tahap pendahuluan atau permulaan, tahap penentuan dan tahap pelaksanaan.[1]
Tahap pendahuluan adalah atahp sebelum acara pemeriksaan dipengadilan, yaitu tahap yang mempersiapkan segala sesuatunya guna memeriksa perkara diersidangan pengadilan. Termasuk dalam tahap pendahuluan hukum cara perdata antara lain:[2]
1. Pencatatan perkara dalam daftar oleh panitera;
2. Penetapan persekot biaya perkara;
3. Penetapan berita acara secara predeo;
4. Penetapan hari seidang;
5. Panggilan terhadap pihak-pihak yang berperkara;
6. Mengajukan permohonan pengajuan sita jaminan (conservatoir Beslag);
7. Pencabutan gugatan.
Dapat dikatakan dalam tahap pendahuluan ini tidak terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan oleh pengadilan meupun pihak-pihak yang berperkara, berbeda halnya dengan hukum acara pidana, pada tahap ini lebih banyak kegiatan yang dilakukan seperti:Pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan.[3]
Tahap penentuan adalah mengenai jalannya proses pemeriksaan perkara dipersidangan, mulai dari pemeriksaan peristiwa dalam jawab-menjawab, pembuktian peristiwa sampai pada pengambilan putusan oleh hakim[4]. Adapun tahap terakhir adalah tahap pelaksanaan yaitu tahap merealisassikan putusan hakim yan sudah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) sampai selesai.[5] Dengan demikian secara umum dalam beracar perdaa, mulai dari engajuan guagatan, pemeriksaan perkara sampai pada pelaksanaan putusannya mengikuti tahap-tahap tersebut, kecuali dalam hal-hal lain seperti dijatuhkannya putusan perdamaian, putusan gugur, putusan verstek, dan sebgainya.[6]
Dalam tahap penentuan, hakim sebgai pemutus yuridis melekukan tiga tuga atau kegiatan pokoknya dalam memeriksa dan mengadili sengketa dipersidangan pengadilan, yaitu emngkonstatasi peristiwa kongkrit, mengkwalifikasi peristiwa kongkrit dan mengkonstitusi. Mengkonstatasi berarti manetapkan atayu merumuskan peristiwa kongkrit dengan jalan membuktikan peristiwanya. Mengkwalifikasi berarti menetapkan peristiwa hkumnya dan peristiwa yang telah diknstatir (terbukti). Megkonstitusi tahp untuk menetpkan hukum atau hukumnya dengan memberikan keadilan dalam suatu putusan.[7]
Kegiatan hakim yang utama dan yang paling banyak dilakukan adalah pada tahap enentuan, yaitu pemeriksaan dipersidangan, pada dasarnya samua itu tidak ubahnya dengan kegitan seorang sarjana hukum yang dihadapkan pada suatu konflik atau kasus dan harus memecahkannya,yaitu legal Problem identifikation, legal Problem Solving, dan Decision Making, setiap sarjana hukum yang bekerja dibidang hkum, terutama hakim selalu dihadapkan pada peristiwa kongkrit, suatu kasus atau konflik, yang harus dicarikan hukumnya yang dipecahkan atau diselasaikan.[8]
Inilah tahapan tahapan hukum acara perdata yang tergambar dibawah ini:[9]
Proses beracara dalam Pengadilan Perdata diatur dalam HIR dan uu No 14 tahun 1970, yang mencakup:
a. Penggugat memasukkan surat gugatan ke Pengadilan Negeri yang berwenang
Menurut pasal 118 HIR, ditentukan bahwa kewenangan Pengadilan Negeri yang berhak untuk memeriksa perkara adalah:[10]
Menurut pasal 118 HIR, ditentukan bahwa kewenangan Pengadilan Negeri yang berhak untuk memeriksa perkara adalah:[10]
(1) Pengadilan Negeri dimana terletak tempat diam (domisili) Tergugat.
(2) Apabila Tergugat lebih dari seorang, maka tuntutan dimasukkan ke dalam
Pengadilan Negeri di tempat diam (domisili) salah seorang dari Tergugat tersebut. Atau apabila terdapat hubungan yang berhutang dan penjamin, maka tuntutan disampaikan kepada Pengadilan Negeri tempat domisili sang berhutang atau salah seorang yang berhutang itu;
(3) Apabila Tergugat tidak diketahui tempat domisilinya atau Tergugat tidak
dikenal, maka tuntutan dimasukkan kepada Pengadilan Negeri tempat domisili sang Penggugat atau salah seorang Penggugat. Atau apabila tuntutan tersebut mengenai barang tetap, maka tuntutan dimasukkan ke dalam Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya barang tersebut erletak;
(4) Tuntutan juga dapat dimasukkan ke Pengadilan Negeri yang telah disepakati oleh pihak Penggugat;
b. Penggugat membayar biaya perkara;
c. Penggugat mendapatkan bukti pembayaran perkara;
d. Penggugat menerima nomor perkara (roll).
TATACARA/ALUR PENGAJUAN GUGATAN
B.CONTOH-CONTOH PRADILAN VOLUNTAIR (murni dan tidak mrni)
Putusan hakim adalah suatu pernyataan oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan perkara atau sengketa antara para pihak.[11] Suatu putusan diambil untuk memutusa atau menyelesaikan suatu perselisihan atau sengketa (“perkara”) yang lazimnya terjadi dalam peradilan yang dsebut “jurisdiksi contentiuse”, sedangkan suatu penetapan diambil denagnberhungungan suatu permohonan, yaitu dala rangka yang dinamakan “jurisdiksi Voluntair”, Seperti:[12]
1. Pengangkatan wali;
2. Permohonan penggantian nama;
3. Merubah atau menambah akta catatan sipil;
4. Permohonan kelahiran;
5. Pengangkatan anak;
6. Permohonan wali atau pengampu;
7. Mengesahkan pengangkatan anak;
8. Penetapan embuatan Grosse kedua dari akta-akta;
9. Penetapan Conservatoir Besglad;
10. Permohonan status kewarganegaraan dan lain-lain.
Disamping apa yang telah dijelaskan diatas tersebut termasuk hukum acara perdata, juga sifat tugas nya yang admistratif yaitu tindakan dalam hal pengadilan(hakim) melakukan sutau tindakan yang tidak berdasrkan suatu pemeriksaan terhaap dua pihak yang saling berhadapan dimana yang satu dapat membantah apa yang akan diajukan oleh yang lain, misalnya penetapan hari sidang, suatu perintah melakukan penyitaan, panggilan saksi, eksekusi terhadap putusan, yang inkracht, eksekusi bij voorraad, yang kesemuanya diputuskan dalam ketetapan hakim, pengukuhan ptusan P4D/P4P atau yang sejenisnya legalisasi tanagn meneliti syarat kewarganegaraan.[13]
TAHAP-TAHAP BERACARA DAN CONTOH-CONTOH PERKARA VOLUNTAIR
Permohonan harus diajukan dengan surat permohonan yang ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri, tempat tinggal pemohon. Permohonan disampaikan kepada Pengadilan Negeri, kemudian didaftarkan dalam buku Register dan diberi Nomor urut, setelah pemohon membayar persekot biaya perkara, yang besar nya sudah ditentukan oleh Pengadilan Negeri (pasal 121 HIR). Bagi pemohon yang benar-benar tidak mampu membayar biaya perkara, hal mana harus dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepala Desa yang bersangkutan, dapat mengajukan permohonannya secara prodeo. Pemohon yang tidak bisa menulis dapat meng ajukan permohonannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri, yang akan menyuruh mencatat permohonan tersebut (pasal 120 HIR). Perkara permohonan termasuk dalam pengertian yurisdiksi volunter. Berdasarkan permohonan yang diajukan itu, Hakim akan memberi suatu penetapan.
Ada permohonan tertentu yang harus dijatuhkan berupa putusan oleh Pengadilan Negeri, misalnya dalam hal diajukan permohonan pe ngangkatan anak oleh seorang Warga Negara Asing (WNA) terhadap anak Warga Negara Indonesia (WNI), atau oleh seorang Warga Negara Indonesia (WNI) terhadap anak Warga Negara Asing (WNA). (SEMA No. 6/1983). Tidak semua permohonan dapat diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri hanya berwenang untuk memeriksa dan menga bulkan permohonan, apabila hal itu ditentukan oleh suatu peraturan perundang-undangan atau yurisprudensi.
Contoh permohonan yang dapat diajukan dan ditetapkan oleh Pengadilan Negeri adalah:
· Permohonan dispensasi nikah bagi pria yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi wanita yang belum mencapai umur 16 tahun, yang dapat diajukan kepada Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri (pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974).
· Permohonan izin nikah bagi calon mem pelai yang belum berumur 21 tahun (pasal 6 ayat (5) Undang-undang No. I tahun 1974).
· Permohonan pembatalan perkawinan (pasal 25, 26 dan 27 Undang -undang No.1 tahun 1974).
· Permohonan pengangkatan anak (diperhatikan SEMA No. 6/1983).
· Perwohonan untuk memperbaiki kesalahan dalam akta catatan sipil, misalnya apabila nama anak secara salah disebutkan dalam akta tersebut.
· Permohonan untuk menunjuk seorang atau beberapa orang wasit, oleh karena para pihak tidak bisa atau tidak bersedia untuk menunjuk wasit.
· Permohonan untuk pencatatan kelahiran, setelah lewat 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran.
Permohonan untuk menetapkan, bahwa sebi dang tanah adalah milik pemohon tidak dapat dikabulkan oleh Pengadilan Ne geri. Hak Milik atas sebidang tanah harus dibuktikan dengan sertifikat tanah atau apabila dipermasalahkan dalam suatu gugatan, dibuk tikan dengan alat bukti lain dipersidangan. Dernikian juga permohonan untuk rnenetapkan seseorang atau beberapa orang adalah ahliwaris almarhurn, tidak dapat diajukan. Penetapan ahli waris dapat dikabulkan dalam suatu gugatan mengenai warisan almarhum. Untuk mengalihkan hak atas tanah, menghibah kan, mewakafkan, menjual, membalik nama se bidang tanah dan rumah, yang semula tercatat atas nama almarhum atau almarhumah, cukup dilakukan:
· Bagi mereka yang berlaku Hukum Waris BW, dengan surat keterangan hak waris, yang dibuat oleh Notaris.
· Bagi mereka yang berlaku Hukum Waris Adat dengan surat keterangan ahliwaris yang dibuat oleh ahli waris yang bersang kutan sendiri, yang disaksikan oleh Lurah dan diketahui Camat dari desa dan kecamatan tempat tinggal almarhum.
· Bagi mereka yang berlaku Hukum Waris lain-lainnya, misalnya Warga Negara Indo nesia keturunan India, dengan surat ke terangan ahliwaris yang dibuat oleh Balai Harta Peninggalan (perhatikan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri, Direktur Jenderal Agraria, Kepala Direktorat Pendaftaran Tanah, u.b. Kepala Pembinaan Hukum, R. Soepandi, tertanggal 20 Desember 1969, No. Dpt/I12/63/12/69, yang terdapat dalarn buku Tuntunan bagi Pejabat Pembuat Akte Tanah, Dep. Dalam Negeri, Ditjen.-Agraria, halaman 85).
Tidak dibenarkan untuk mengabulkan suatu permohonan dan rnenetapkan seorang atau be berapa orang sebagai pemilik atau mempunyai hak atas suatu barang. Tidaklah pula dapat dikeluarkan penetapan atas surat permohonan untuk menyatakan suatu dokumen atau sebuah akta adalah sah.
Akta Dibawah Tangan Mengenai Keahliwarisan
Akta ini dibuat oleh ahli waris almarhum. Mereka membuat suatu surat pemyataan bahwa diri mereka adalah ahli waris, dan dengan menyebutkan kedudukan masing-masing dalam hubungan keluarga yang telah meninggal. Pernyataan yang dibuat tersebut dapat dimintakan untuk disahkan tanda-tangannya oleh Notaris atau Ketua Pengadilan Negeri.
Setelah dibacakan dan dijelaskan dihadapan para pihak oleh Ketua Pengadilan Negeri atau Hakim yang ditunjuk, tanda tangan mereka disyahkan dengan mendasarkan ketentuan pasal 2 (1) Stbld. 1916-46 dengan cara, dibawah pernyataan tersebut dibubuhi:
Yang bertanda tangan dibawah ini, Ketua/Hakim Pengadilan Negeri Sleman menerangkan, bah wa orang bernama_________ telah saya kenal atau telah diperkenalkan kepada saya, dan kepadanya/mereka telah saya jelaskan isi pernya taan dalam akta tersebut diatas, dan setelah itu ia/mereka membubuhkan tanda tangannya di hadapan saya.
Surat keterangan ahli waris tersebut hanya berlaku untuk suatu keperluan tertentu, karena itu agar di ba wahnya dicantumkan dengan huruf-huruf besar sebagai berikut (sebagai contoh):
CATATAN:
AKTA DI BAWAH TANGAN INI YANG TELAH DISAHKAN INI KHUSUS BERLAKU UNTUK MENGAMBIL UANG DE POSITO DI BANK __________ ATAS NAMA _____________
Dan kemudian dibubuhi cap Pengadilan Negeri.
C.GUGATAN CLASS ACTION DAN LEGAL STANDING
Setiap warga negara memiliki hak yang sama dihadapan hukum dan ia pun berhak untuk membela hak-nya apabila ia merasa dirugikan oleh pihak lain. Hal ini menjadi dasar pemikiran diadakannya aturan gugatan perdata. Secara umum model gugatan perdata ada dua macam yaitu gugatan yang dilakukan di luar pengadilan dikenal dengan sebutan nonlitigasi, sedangkan gugatan yang dilakukan melalui peradilan disebut litigasi. Oleh karena itu, gugatan perdata bisa menjadi dasar diselenggarakannya pengadilan perdata. Gugatan perdata atas pelanggaran hubungan perdata dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, oleh orang yang bersangkutan atau ahli warisnya. Ke-dua, sekelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama (class action).[14] Gugatan secara class action atau gugatan kelompok telah lama dikenal dan berlaku di negara-negara yang menganut sistim hukum Common Law, seperti Inggris dan negara bekas jajahannya. Pertama kali di perkenalkan oleh inggris sekitar awal abad ke XVIII, diikut oleh kanada, amerika, india, australia dan negara-negara pesemakmuran lainnya.[15]
Lembaga Hukum Class Action
Diindonesia merupakan negara yang bukan menganut sistem common Law, karena sistem hukumnya banyak dipengaruhi oleh hukumbelanda, yaiu menganut sistem civil Law, dinegara-negara yang menganut sistem Civil Law sendiri tidak dikenal lembaga Class Action, namun demikian dikenal bnetuk lain dari prosedur pengajuan gugatan yang melibatkan sejumlah besar orang secara perwakilan. Bangsa romawi dalam kehidupana hukumnya mengenal adanya pengajuan gugatan yang melibatkan kepntingan umum secara perwakilan yaitu Actio Popularis, menurut kottenhangen Edges,[16] dalam actio Popularis setiap orang berhak menggugat atas nama kepentingan umum dengan menggunakan dasar ketentuan pasal 1404 Niew BW (pasal 1365), penyelenggaraan kepantingan umu merupakan tugas pemerintah, sehingga gugatan secara Actio Popularis pada munya ditunjukan epada pemerintah.
Jika diperbandingkan, prinsip actio popularis memiliki kesamaan dengan prinsip class action, yakni sma-sama mengajukan gugatan yang melibatkan kepentingan sebagaian jumlah besar orang secara perwakilan oleh seorang atau lebih, perbedaannya adalah bawa didalam actio Popularis yang berhak mengajukan gugatan ialah setiap orang bahwa dia adalah anggota masyarakat, tanpa ada keharusan bahwa orang tersebut merupakan pihak yang mengalami kerugian secara langsung. Dalam class action tidak semua orang berhak mengajukannya, melainkan hanya salah satu atau beberapa orang yang merupakan angota dari sekelompok orang yang ikut mengalami kerugian secara langsung, kepentingan yang dituntut dalam actio popularis adalah kepentingan umum yang dianggap kepentingan setiap anggota masyarakat juga, sedang dalam Class action kepentingan yang dituntut adalah kepentingan yang sama dengan suatu permasalahan yang menimpa kelompok tersebut.[17]
DiIndonesia, gugatan ini pertama kali diperkenalkan melalui UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Demi kepastian, ketertiban, dan kelancaran dalam memeriksa, mengadili dan memutuskan gugatan perwakilan kelompok, maka Mahkamah Agung telah mengeluarkan PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Oleh karena itu maka pada edisi ini kita akan bahas mengenai gugatan Class Action. Dasar hukum untuk melakukan gugatan Class Action adalah PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.
Apa yang dimaksud dengan gugatan Class Action?
Gugatan Perwakilan Kelompok (gugatan Class Action) adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili kelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok dimaksud. Sementara itu yang dimaksud dengan Wakil kelompok adalah satu orang atau lebih yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya. Misal:
Dalam kegiatan PPK telah disepakati bahwa suatu desa akan mendapatkan dana PPK apabila kelompok di desa tersebut yang sudah mendapatkan pinjaman telah melunasi pinjamannya. Akan tetapi kelompok tersebut menunggak pengembalian pinjaman sehingga masyarakat desa tidak bisa memanfaatkan dana PPK. Karena merasa dirugikan, anggota masyarakat dapat bersama-sama mengajukan gugatan kepada kelompok tersebut dalam satu gugatan.
Mengapa gugatan Class Action digunakan?
Class action bisa merupakan suatu metode bagi orang perorangan yang mempunyai tuntutan sejenis untuk bergabung bersama mengajukan tuntutan agar lebih efisien, dan seseorang yang akan turut serta dalam class action harus memberikan persetujuan kepada perwakilan. Hal ini berarti bahwa kegunaan class action secara mendasar antara lain adalah efisiensi perkara, proses berperkara yang ekonomis, menghindari putusan yang berulang-ulang yang dapat berisiko adanya putusan inkonsistensi dalam perkara yang sama.
Apa saja syarat mengajukan gugatan Class
Action?
Gugatan dengan prosedur gugatan perwakilan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Numerosity, yaitu gugatan tersebut menyangkut kepentingan orang banyak, sebaiknya orang banyak itu diartikan dengan lebih dari 10 orang; sehingga tidaklah efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan sendirisendiri atau bersama-sama dalam satu gugatan;
2. Commonality, yaitu adanya kesamaan fakta (question of fact) dan kesamaan dasar hukum (question of law) yang bersifat subtansial, antara perwakilan kelompok dan anggota kelompok; misalnya pencemaran; disebabkan dari sumber yang sama, berlangsung dalam waktu yang sama, atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat berupa pembuangan limbah cair di lokasi yang sama;
3. Tipicality, yaitu adanya kesamaan jenis tuntutan antara perwakilan kelompok dan anggota kelompok; Persyaratan ini tidak mutlak mengharuskan bahwa penggugat mempunyai tuntutan ganti rugi yang sama besarnya, yang terpenting adalah jenis tuntutannya yang sama,
misalnya tuntutan adanya biaya pemulihan kesehatan, dimana setiap orang bisa berbeda nilainya tergantung tingkat penyakit yang dideritanya;
Adequacy of Representation, yaitu perwakilan kelompok merupakan perwakilan kelompok yang layak, dengan memenuhi beberapa persyaratan:
a. harus memiliki kesamaan fakta dan atau dasar hukum dengan anggota kelompok yang diwakilinya;
b. memiliki bukti-bukti yang kuat;
c. jujur;
d. memiliki kesungguhan untuk melindungi kepentingan dari anggota kelompoknya;
e. mempunyai sikap yang tidak mendahulukan kepentingannya sendiri dibanding kepentingan anggota kelompoknya; dan
f. sanggup untuk menanggulangi membayar biaya-biaya perkara di pengadilan. Surat gugatan, selain harus memenuhi syarat formal sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Perdata, harus memuat:
a) identitas lengkap dan jelas,
b) definisi kelompok secara secara rinci dan spesifik;
c) keterangan tentang anggota kelompok;
d) posita dari seluruh kelompok;
e) jika tuntutan tidak sama karena sifat dan kerugian yang berbeda, maka dalam satu gugatan dapat dikelompokkan beberapa bagian atau sub kelompok;
f) tuntutan atau petitum ganti rugi, mekanisme pendistribusian dan usulan pembentukan tim.
Bagaimana mengajukan gugatan Class Action?
Gugatan didaftarkan ke peradilan umum, segera setelah hakim memutuskan bahwa pengajuan gugatan kelompok dinyatakan sah, wakil kelompok memberitahukan kepada anggot kelompok melalui media cetak/ elektronik, kantor pemerintah atau langsung kepada anggota kelompok. Setelah pemberitahuan dilakukan, anggota kelompok dalam jangka waktu tertentu diberi kesempatan menyatakan keluar dari keanggotaan kelompok. Seterusnya proses persidangan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Hukum Acara Perdata.
Legal standing dapat diartikan sebagai kwalitas atau hak menggugat/ berperkara dipengadilan deanagn menagtasnamakan kepentingan kelompok masyarakat tertentu pengajuan legal standing pada dasarya dapat diajukan oelh baik citizen standing (hak gugat warga) maupun oleh NGO (Non Govermental Organization) yang elbih dikenal dengan istilah ORNOP (Organisasi non pemerintah).
D.KUMULASI GUGATAN DAN BERACARA DENGAN TIGA PIHAK
Baik H.I.R maupun RBg tidak mengatur soal penggabungan gugatan (komulasi), namun dalam praktek, yurisprudensi membenarkan. Dalam pasal 127 H.I.R /151 RBg hanya menyebutkan ditangguhkannya pemeriksaan perkara sampai pada persidangan yang lain, jika seseorang atau lebih tergugat tidak datang atau menyuruh wakilnya untuk menghadap.
Pada hakikatnya komulasi gugaratn merupakan penggabungan adri pada tuntutan hak dalam suatu perkara, dalam hukum acara perdata dikenal ada dua bentuk komulasi, yaitu komulasi subyektif dan komulasi obyektif:[18]
a. Komulasi subyektif (penggabungan subyeknya)
Maksudnya adalah bahwa dalam sauatu perkara, seseorang penggugat melawan beberapa tergugat, atau beberapa penggat melawan beberapa tergugat, atau apabila kedia belah pihak masing-masing terdiri lebih dari seorang, sebagai contoh antara lain:
1. Bebrapa orang mengajukan ugatan terhadap seorang tergugat yang melakukan perbuatan melawan hukm;
2. Seorang kreditur menggugat beberapa debitur yang berhutang secara tangung renteng.
Komulasi subyektif semacam ini harus memnuhi syarat, yaitu bahwa tuntutan itu harus ada hubungan yang erat satu sama lain (koneksitas), tuntutan yang tidak ada hungugan hukumnya harus digugat tersendiri. Tangkisan penggugat bahwa masih ada orang lain yang arus ditarik sebagai pihak yang berkepentingan disebut Exceptio Pluriumlitis Consortium.
b. Kumulasi obyektif (penggaungan dari obyek dan tuntutannya)
Maksudnya penggugat menagjukan beberapa tututan sekaligus dalam satu perkara atau gugatan, sebagai contoh romeo mangugat juliet ke pengadilan, selain minta untuk dibayar hutangnya ynag belum dibayar juga menuntut pengembalian barang yang teah dipinjamnya. Dalam komulasi obyektif ini tidak disyaratkan agar tuntutan harus ada hubungan yang erat satu sama lain, akan tetapi dalam tiga ha tidak dikenakan, yaitu:
1. Penggabungan tuntutan gugatan yang diperiksa dengan acaara khusus, (misal perceraian) dengan tuntuta (gugatan) yan diperiksa dengan acara biasa (pelaksanaan perjanjian);
2. Penggabungan tuntutan yang salah satu diantaranya hakim tidak berweanag secara relatif memeriksanya;
3. Penggabungan antara tuntutan mengenai Bezit (penguasaan) dengan tututan menegenai Eigendom (pemilikan).
Meskipun gugatan dapat diajukan dengan secara terpsah oleh penggugat, akan tetapi bisa juga diajukan penggabungan komulasi) dengan tujuan agar:
I. Memudahkan proses pemeriksaan perkara;
II. Menghindari putusan yang saling bertentangan;
III. Sesuai dengan prinsip peradilan yan sederhana, cepat, ban biaya ringan.
CONCURSUS
Komulasi gugatan harus dibedakan denagn concursus, concursus adalah beberapa tuntutan yang kesemuanya menuju kepada satu akibat hukum yang sama, denagn dipenuhi atau dikabulkannya salah satu dari tuntutan, maka tuntutan lain sekaligus terkabul.
Contoh concursus, yakni:[19]
a. Seorang kreditur menuntut pembayaran sejumlah uang kepada beberapa debitur. Denagn dibayarkannya sejumlah uang tersebut oleh seorang debitur, maka tuntutan kepada debitur lain hapus.
b. Pemilik rumah menuntut pengembalian rumahnya berdasar adanya hak milik dan atas dasar perjanjian sewa-menyewa yang sudah habis waktunya. Salah satu tuntutan yang lain terpenuhi yang lain terpenuhi juga.
Sementara dua pihak, yaitu penggugat dan tergugat, menyengketakan disuatu muka penagdilanpihak ketiga atas kehendaknya mencampuri sengketa yang sedang berlangsung antara penggugat dan tergugat tersebut, bentuk ini disebut interventie atau campur tangan, pihak ketiga mencampuri sengketa yang sedang berlangsung disebut intervenient.[20] Interventie diatur dalam pasal 279-282 Rv. Ada dua bentuk interventie,yakni:[21]
1. Menyertai (voeging);
2. Menengahi (tussenkomst).
Inteivenien sanagt berkepentingan agar ditetpkannya oleh pengadilan.
E.SITA JAMINAN
Arti dan makna Sita Jaminan
Dalam hal seseorang menagajukan gugatan kepengadilan negeri, bukan hanya saja ia mengharapkan agar memperoleh putusan baginya, namun disamping itu pula bahwa putusan tersebut akhirnya dapat dilaksanakan.[22] Suatu putusan dimana seseorang memenangkan kemudian kerena misalnya tidak dimunitir dan dilaksanakan, bagi penggugat yang dimenangkan, menjadi tidak berarti sam sekali. Demikian pula suatu putusan diaman pihak penggugat telah dimenenangkan, akan tetapi sewaktu diadakan pelaksannan atas putusan tersebut ternyata pada barang yang dipersangkakan suadah tiadk berada ditangan pihak yang dikalahkan, atau dalam hal menyangkut suatu pembayaran sejumlah utang, ternyata pihak yang dikalahkan sewaktu pelaksanaan putusan dialkukan ia sudah tidak mempunyai suatu barang dirumahnya, menjadi tidak berfaedah sama sekali bagi penggugat.[23]
Oleh karena hukum acara perdata memungkinkan bagi orang yang suaah dikalahkan oleh putusan pengadilan negeri untuk banding, dan setelah itu kemudian dilanjutkan lagi dengan mengajukan permohonan kasasi, pada azasnya putusan tidak dilaksanakan menunggu sampai ada putusan dari mahkamah agung, mengakibatkan proses mana dapat berjalan bertahun-rahun. Mengingat hal itu, apabila tidak dikenal adanya lembaga sita jaminan, bagi penggugat ynag telah dimenangkan perkaranya pada akhirnya merupakan pihak yang “kalah”. Karena selama proses berlangsung ia banyak mengeluarkan banyak biaya perkara, sedangkan apa yang ia tuju tidak mendapatkan hasil, bahkan sampai biaya perkara yang ia keluarkan selama ini, juga tidak dapat diganti.[24] Masalah tersebut diatas akan sanagt mengecaewakan dan hal mana dapat dimengerti, oleh karena itu hukum acara perdat dikenal adanya lembaga sita jaminan. Sita jaminan mengandung arti bahwaw untuk menjamin pelaksanaan suatu putusan dikemudian hari, atas barang-barang milik tergugat, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak selama proses perkara berlangsung terlebih dahulu disita, atau dengan lain perkataan bahwa terhadap barang-barang yang sudah dsita tidak dapat dialihkan, diperualbelika, atau di pindahtangankan kepada orang lain, ini adalah menyangkut sita Conservatoir (Conservatoir Beslag).
Selain itu bukan hanya barang tergugat saja yang dapat disita, demikian juga halnya terhadap barang bergerak milik penggugat sendiri yang ada dalam kekuasaan tergugat dapat pula diletakkan sita jaminan, ini disebut sita Revindicatoir (Revindicatoir Beslag). Apabila putusan hakim pihak penggugat dimenagkan dan gugatan dikabulkan, maka sita kaminan tersebut secara otomatis dinyatakan sah dan berharga kecuali kalau dilakukan secara salah. Namun dalam hal pihak penggugat yang dikalahkan, maka sita jaminan yang telah diletakkan akan diperintahkan untuk diangkat.[25] Dalam hal telah dikabulkan sita Revindicatoir, pabila sita tersebut dinyatakan sah dan berharga terhadp barang ynag disita itu akan diperintahkan agar disearahkan kepada penggugat. Dilakukan atau tidaknya sita jaminan mempunyai makna yang penting, lebih-lenih pada dewasa ini dimana lembaga pelaksanaan putusan, terlebih dahulu “tidak berfungsi”. Oleh karena itu, sita jaminan hendaklah dimohonkanagar diletakkan terutama dalam perkara-perkara besar, haruslah dingat ketentuan dalam pasal 178 (3) H.I.R. yaitu bahwa hakim dilarang menjatuhkan putusan perkara yang tiada dituntut, atau akan meluluskan lebih dari pada ynag dituntut. Hal itu berarti bahwa apabila sita jaminan tidak ada dimohonkan, maka hakim tidak akan memperintahkan diletakkan sita jaminan, hendaklah pula jangn melupakan untuk memeohon agar pensitaan tersebut dinyatakan sah dan berharga.[26]
Ada beberapa jenis sita jaminan dalam hukum acara perdata, diantaranya adalah:[27]
1. Sita conservatoir (sita jaminan terhadap barang milik Debitur);
2. Sita revindicatoir (sita jaminan terhadap barang miliknya sendiri);
3. Sita marital dan pandbeslag.
Sita consenvatoir (sita jaminan terhadap barang milik Debitur)
Sita conservatoir merupakan tindakan persiapan dari pihak penggugat dalam bentuk permohonan kepada ketua pengadilan negeri untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata dengan manguangkan atau menjual barang debitur yang disita guna memenuhi tuntutan penggugat, dengan diletakkanya penyitaan pada suatu barang berarti bahwa barang itu dibekukan dan tidak dapat dialihkan atau dijual. Tidak jarang terjadi bahwa sita conservatoir itu kemudian tidak sampai berakhir denagn penjualan barang yang disita. Karena debitur memenuhi prestasinya sebelum putusan dilaksanakan, sehingga sifat sita jaminan itu lebih merupaka tekanan.[28]
Perihal sita conservatoir diatur dalam pasal 227 H.I.R yang intisari dari pasal itu adalah:[29]
1. Harus ada sangka yang beralasan, bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan atau dilaksanakan mencari akal akan mengelapkan atau melarikan barang-barangnya;
2. Barang ynag disita itu merupakan barang orang kepunyaan yang kena sita, artinya bukan milik penggugat ;
3. Permohonan diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang memriksa perkara yang bersangkutan;
4. Permohonan harus diajukan dengan surat tertulis
5. Sita conservatoir dapat dilakukan atau diletakkan baik terhadap barang yang bergerak dan ynag tidak bergerak.
Sita Revindicatoir (sita jaminan terhadap barang miliknya sendiri)
Penyitaan ini dilakuka terhadap barang milik kreditur (penggugat) yang dikuasai oleh orang lain, sita jaminan ini bukanlah untuk menjamin suatu tgihan berupa uang, melainkan untuk menjamin suatu hak kebendaan dari pemohon atau kreditur dan berakhir dengan penyerahan barang yang disita. Yang dapat disita secra revindicatoir adalah barang bergerak milik pemohon barang tetap tidak dapat disita secara revindacitour, oleh karena oleh kemunkinan akan dialihkan atau diasingkannya barang tetap tersebut pada umnya tidak ada tau kecil, disebabkan karena pada umumnya peralihan atau pengasingan barang tetap itu tidak semudah peralihan barang bergerak. Untuk dapat mengajukan permohonan revindicatoir tidak perlu adanya dugaan beralasan, bahwa seorang yang berhutang selama belum dijatuhkan putusan mencari akal akan menggelapkan atau melarikan barang yang bersangkutan (pasal 227 ayat 1 HIR 261 ayat 1 Rbg).
Sita Maritaal
Sita maritaal bukanlah untuk menjamin suatu tagihan uang atau penyerahan barang, melainkan untuk menjamin barang yang disita tidak dijual, jadi fungsinya dalah untuk melindungi hak pemohon selama pemeriksaan sengketa perceraina dipengadilan berlangsung antara pemohin dan lawannya, dengan menyimpan atau membekukan barang-barang yang disita agar jnag sampai jatuh ketangan pihak ketiga. Sita meriital ini dapat dimohonkan pada pengadilan negeri oleh seorang isteri yang tunduk pada BW, selama sengketa perceraianya diperiksa dipengadilan terhadap barang-barang yang merupakan kesatuan harta kekayaan, untuk mencegah agar pihak lawannya tidak megasingkan barang-barangnya tersebut (pasal 190 BW, 823 Rv).
F.PROSEDUR PEMANGGILAN PIHAK-PIHAK SECARA PATUT
Pengertian
Dari segi bahasa kata "pemanggilan" dibentuk dari kata panggil yang artinya memerintahkan untuk memenuhi, dan mendapatkan imbuahan pe-an yang beratia adanya proses. Jadi bias diartikan bahwa pemanggilan adalah proses perintah untu dipenuhi. Secara istilah bahwa pemanggilan para pihak dalam hokum acara perdata adalah " pemanggilan pada para pihak (penggugat dan tergugat) oleh jurusita atau juru sita pengganti untuk menghadiri persidangan yang telah ditentukan hari, tanggal dan jam berdasarkan PHS yang telah ditetapkan oleh Hakim/ Majelis Hakim.
1. Aturan Umum (non perceraian)
Tata cara pemanggilan dalam masalah perdata ini selain perceraian diataura dalam pasal 390 jo pasal 389 dan 122 HIR, aturannya sebagai berikut :
a. Dilakkan oleh jurusita atau jurusita pengganti yang sah, dan wewenangnya sesuai dengan wilayah hokum peradilan agama yang bersangkutan (kompetensi absolute dan relative) pada pasal 103 ayat 2 UU-PA.
b. Disampaikan kepada orang yang bersangkutan langsung di tempat tinggalnya. Apabila tidak ditempat tinggalnya maka panggilan disampaikan melalalui kepal desa setempat. Apabila yang bersangkutan telah meninggal maka disampaikan kepada ahli warisnya. Apabila yang dipanggil tidak diketahui tempat tinggalnya atau tidak dikenala maka panggilan disampaikan lewat Bupati setempat yang akan mengumumkannya pada papan pengumuman peseidangan tersebut. Apabila yang dipanggil berada diluar ngeri maka disampaiakan lewat perwakilan RI (Duta Besar) setempat melalui Departemen Luar Negeri RI di Jakaarta. Panggilan kepada tergugat silampiri dengan surat gugatan penggugat.
c. Jarak antara hari pemanggilan dan hari persidangan harus memenuhi tenggang waktu tertentu yakni sekurang-kurangnya 3 hari kerja (tidak termasuk hari libur di dalamnya), sesui pasal 122 HIR, 146 RBg, 138 (4) KHI, 26 (4) PP 9/1975.
2. Aturan Khusus
Khusus mengenai perceraian, tata cara pemanggilan berdsarkan pasal 26-29 PP No. 9/1975, yakani sebagi berikut :
a. Setiap kali diadakan persidangan maka baik suami maupun isteri dan atau kuasa hukumnya diapnggil ke muka persidangan.
b. Panggilan dilakukan oleh jurusita atau penggantinya yang sah
c. c) Panggilan disampaikan langsung kepada pribadi yang bersangkutan, apabila tidak dijumpai maka disampaiakan melalui kepala desa atau lurah tempat kediamannya
d. Panggilan harus sudah diterima oleh suami maupun isteri selambat-lambatanya 3 hari kerja sebelum persidangan diselenggarakan.
e. Panggilan kepada tergugat dilampiri surat gugatan
f. Apabila tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya atau tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap, panggilan dilakukan daengan cara:
1. Menempelakan surat gugatan pada papan pengumuan pengadilan agama
2. Mengumumkannya melalui media masa dan atau suratkabar yang telah ditentukan oleh Pengadilan Agama.
g.Pengumuman melalui media masa dilakauakan 2 kali dengan tenggang waktu satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua.
Tenggang waktu antara panggilan terakhir dengan pesdidanggan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 bulan.
Kewajiban memanggil dan akibat hukumnya.
Pengadilan berkewajiban dan bertanggungjawab untuk memanggil para pihak, kelalaian meamanggil berakibat batal dan putusnya pemeriksaan dan putusan, meskipun para pihak hadir dalam persidangan. Tiap pemeriksaan perkara di Pengadilan dimiulai sesudah diajukannya suratgugatan dan pihak-pihkanya yang berperkara telah dipanggil sesuai dengan ketentuan yang berlaku (pasal 55 UU No. 7 tahun 1989).
B. Tata Cara Pemanggilan
Ada bebarapa aturan yang mengatur procedural pemanggilan dalam beacara di Peradilan Agama diantaranya :
a. Hakim/ Ketua mempelajari perkara setelah menerima berkasa perkara dari ketua Pengadilan bersama Hakim Anggotanya.
b. Hakim setelah mempelajari perkara dengan bermusyawarah dengan hakim anggota,.
c. menetapkan PHS-nya. Baik hari, tanggal dan jam dilaksanakannya persidangan dan agar para pihak dipanggil untuk menghadiri siding tersebut.
d. PHS tersebut ditandatangani oleh Haki atau Ketua Majelis
e. Dalam menetapkan hari sidang Hakim mempertimbangkan hal tersebut dibawah ini :
v Hari sidang pertama tidak lebih dari 30 hari dari tanggal pendaftaran perkara tersebut, kecuali ada UU yang menetukan lain.
v Memperhatikan tempat diam para pihak dengan pengadilan yang bersangkutan yang menagani perkara.
v Mencermati agar antara jarak hari pemanggilan dan harai seidang tidak kurang dari 3 hari kerja
f. Dalam PHS harus menyebutkan
· Adanya perintah penyerahan sehelai salinan surat gugatan kepada tergugat
· Pemberitahuan kepada tergugat bahwa ia dapat mengajukan jawaban tertulis
· Pemeberitahuan kepada para pihak bahwa dalam persidangan diperbolehkan untuk membawa surat-surat bukti serta saksi-saksi yang dianggap perlu.
g. Hakim menandatangani formulir PGl 1 dan 2 yang telah didisi sesuai dengan PHS
h. Panggilan dialakukan oleh jurusita atau penggantinya yang sah
i. Berdasarkan perintah hakim tersebut, juru sita menghadap kasir untuk menerima ongkos jalan guna melakukan pemanggilan dengan meyerahkan formulir PGL 1 dan 2
j. Jurusita memepersiapkan Reelas atau Berita Acara Panggilan, yang didalamnya memuat ;
ü Penyerahan sehelai salinan surat gugatan kepada tergugat
ü Pemebritahuan bahwa tergugat boleh mengajukan jawab sacara tertiulis
ü Pemeberitahuan bahwa pada waktu persidangan para pihak boleh membawa surat-surat bukti dan atau saksi-saksi
k. Pemanggilan disampaikan langsung kepada orang yang besangkutan di tempat diamnya dan jika tidak ditemui maka melalui lurahnya yang besangkutan
l. Apabila pamanggilan lewat Kepala Desa, maka dalam reelasnya ditambah cap dinas
m. Meskipun yang dipanggil tidak menandartangani atau kepala desa yang bersanggkutan tidak mau membubuhi cap dinas maka itu tidak akan mempengaruhi sahnya Reelasa tersebut
n. Dalam perkara perceraian, jika yang dipanggil meninggal dunia, maka hal itudicatat dalam relaas panggilan sebagia dasar Hakim untuk menggugurkan perkara
o. Apabila pihak yang dipanggil telah menunjuk kuasa hukmnya yang telah didaftar kepaniteraan, maka panggilan ditujukan kepada kuasa hokum tersebut
p. Jurusita/ penggantinya menyerahkan Relaas paggilan tersebut kepada Majelis Hakim yang memriksa perkara tersebut
Yang dipanggil diluar daerah kuasa pengadilan
a. Apabila yang dipanggil berada diluar kuasa pengadilan lain maka, jurusita/penganti meminta bantuan kapada pangadialan agama lain agar pihak yang bersangkutan dipanggil oleh jurusita/pengganti setempat
b. Jurusita setempat melaksnakan pemanggilan tersebut kepada terpanggil dan kemudian mengirim Relaas panggilan kepada Pengadialan Agama yang meminta bantuan tersebut.
Melekatnya Kekuatan Otentifikasi
Agar surat panggilan sah dan mempunyai kekuatan otentik maka
1. Panggilan ditandatangaini Jurusita
2. Menghindari otentifikasi panggilan, maka Relaas juga harus ditandatangani oleh pihak yang dipanggil.
Yogyakarta, 2007, Hlm. 14.
[5] Bambang Sutiyoso, Ikthisar Kuliah Hukum acara Perdata, Bahan klah untuk kalangan sendiri, FH UII Yogyakarta, 1997, Hlm.6. Dikutip Oleh Sri Wardah dan Bambang Sutiyoso,Hukum...,Op.Cit.Hlm.14.
Diindonesia), Universitas Atma jaya, Yogyakarta,2002, Hlm.v.
[16]Paulus Efendi Lotulung, 1993, Dikutip dalam bukunya Sundari, Sundari, Penagajuan..,Op.Cit.Hlm.16.
[22] Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata.Hukum Acara Perdata(dalam teori dan Praktek), Cetakan sepuluh(Bandung:Mandar maju.2005).Hlm.97.
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, Yahya,Kedudukan Kewenangan dan Hukum Acara Peradilan Agama (Cet. II;
Jakarta: PT Garuda Metro Politan Press, 1993.
Manan, Abdul, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama (Cet. III;
Jakarta: Prenada Media, 2005.
Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Ed VII,Liberty, Yogyakarta,1993.
Mertokusumo, Sudikno ,Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta,1996.
Mertokusumo, Sudikno, Acara Perdata Indonesia, Ed V,Liberty, Yogyakarta, 1993.
Sri Wardah dan Bambang Sutiyoso,Hukum Acara Perdata dan Perkembanganya
Diindonesia,Gama Media,Yogyakarta, 2007.
Rambe, Rompun, Hukum Acara Perdata Lengkap (Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 2002.
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata.Hukum Acara Perdata (dalam teori dan
Praktek), Cetakan sepuluh(Bandung:Mandar maju.2005).
Sundari, Penagajuan Gagatan Secara Class Action (Suatu Studi Perbadingan dan
Penerapannya Diindonesia), Universitas Atma jaya, Yogyakarta,2002.
Sutiyoso, Bambang, Ikthisar Kuliah Hukum acara Perdata, Bahan klah untuk kalangan
sendiri, FH UII Yogyakarta, 1997.
Media Internet