|
diposkan oleh >>DWI ANDRIYANTO | | | | |
|
A.Pendahuluan
Hukuman mati ialah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan (atau tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya.
Pada tahun 2005, setidaknya 2.148 orang dieksekusi di 22 negara, termasuk Indonesia. Dari data tersebut 94% praktek hukuman mati hanya dilakukan di empat negara: Iran, Tiongkok, Saudi Arabia, dan Amerika Serikat.
Metode
Dalam sejarah, dikenal beberapa cara pelaksanaan hukuman mati:
* pancung kepala: Saudi Arabia dan Iran,
* sengatan listrik: Amerika Serikat
* digantung: Mesir, Irak, Iran, Jepang, Yordania, Pakistan, Singapura
* suntik mati: Tiongkok, Guatemala, Thailand, AS
* tembak: Tiongkok, Somalia, Taiwan, Indonesia, dan lain-lain
* rajam: Afganistan, Iran
Kontroversi
Studi ilmiah secara konsisten gagal menunjukkan adanya bukti yang meyakinkan bahwa hukuman mati membuat efek jera dan efektif dibanding jenis hukuman lainnya. Survey yang dilakukan PBB pada 1998 dan 2002 tentang hubungan antara praktek hukuman mati dan angka kejahatan pembunuhan menunjukkan, praktek hukuman mati lebih buruk daripada penjara seumur hidup dalam memberikan efek jera pada pidana pembunuhan. Tingkat kriminalitas berhubungan erat dengan masalah kesejahteraan atau kemiskinan suatu masyarakat dan dan berfungsi atau tidaknya institusi penegakan hukum.Dukungan hukuman mati didasari argumen diantaranya bahwa hukuman mati untuk pembunuhan sadis akan mencegah banyak orang untuk membunuh karena gentar akan hukuman yang sangat berat. Jika pada hukuman penjara penjahat bisa jera dan bisa juga membunuh lagi jika tidak jera,pada hukuman mati penjahat pasti tidak akan bisa membunuh lagi karena sudah dihukum mati dan itu hakikatnya memelihara kehidupan yang lebih luas. Dalam berbagai kasus banyak pelaku kejahatan yang merupakan residivis yang terus berulang kali melakukan kejahatan karena ringannya hukuman. Seringkali penolakan hukuman mati hanya didasarkan pada sisi kemanusiaan terhadap pelaku tanpa melihat sisi kemanusiaan dari korban sendiri,keluarga, kerabat ataupun masyarakat yang tergantung pada korban.Lain halnya bila memang keluarga korban sudah memaafkan pelaku tentu vonis bisa diubah dengan prasyarat yang jelas.
Hingga Juni 2006 hanya 68 negara yang masih menerapkan praktek hukuman mati, termasuk Indonesia, dan lebih dari setengah negara-negara di dunia telah menghapuskan praktek hukuman mati. Ada 88 negara yang telah menghapuskan hukuman mati untuk seluruh kategori kejahatan, 11 negara menghapuskan hukuman mati untuk kategori kejahatan pidana biasa, 30 negara negara malakukan moratorium (de facto tidak menerapkan) hukuman mati, dan total 129 negara yang melakukan abolisi (penghapusan) terhadap hukuman mati. Praktek hukuman mati di juga kerap dianggap bersifat bias, terutama bias kelas dan bias ras. Di AS, sekitar 80% terpidana mati adalah orang non kulit putih dan berasal dari kelas bawah. Sementara di berbagai negara banyak terpidana mati yang merupakan warga negara asing tetapi tidak diberikan penerjemah selama proses persidangan.
Kesalahan vonis pengadilan
Sejak 1973, 123 terpidana mati dibebaskan di AS setelah ditemukan bukti baru bahwa mereka tidak bersalah atas dakwaan yang dituduhkan kepada mereka. Dari jumlah itu 6 kasus di tahun 2005 dan 1 kasus di tahun 2006. Beberapa diantara mereka dibebaskan di saat-saat terakhir akan dieksekusi. Kesalahan-kesalahan ini umumnya terkait dengan tidak bekerja baiknya aparatur kepolisian dan kejaksaan, atau juga karena tidak tersedianya pembela hukum yang baik.
Seiring Kesalahan Vonis Mati terhadap Terpidana mati
Dalam rangka menghindari kesalahan vonis mati terhadap terpidana mati, sedapat mungkin aparat hukum yang menangani kasus tersebut adalah aparat yang mempunyai pengetahuan luas dan sangat memadai, sehingga Sumber Daya manusia yang disiapkan dalam rangka penegakan hukum dan keadilan adalah sejalan dengan tujuan hukum yang akan menjadi pedoman didalam pelaksanaannya, dengan kata lain khusus dalam penerapan vonis mati terhadap pidana mati tidak adalagi unsur politik yang dapat mempengaruhi dalam penegakan hukum dan keadilan dimaksud.
Hukuman mati menurut sisitem hukum diindonesia
Di Indonesia sudah puluhan orang dieksekusi mati mengikuti sistem KUHP peninggalan kolonial Belanda. Bahkan selama Orde Baru korban yang dieksekusi sebagian besar merupakan narapidana politik.Walaupun amandemen kedua konstitusi menyebutkan: "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun", tapi peraturan perundang-undangan dibawahnya tetap mencantumkan ancaman hukuman mati. Kelompok pendukung hukuman mati beranggapan bahwa bukan hanya pembunuh saja yang punya hak untuk hidup dan tidak disiksa. Masyarakat luas juga punya hak untuk hidup dan tidak disiksa. Untuk menjaga hak hidup masyarakat, maka pelanggaran terhadap hak tersebut patut dihukum mati.Hingga 2006 tercatat ada 11 peraturan perundang-undangan yang masih memiliki ancaman hukuman mati, seperti: KUHP, UU Narkotika, UU Anti Korupsi, UU Anti terorisme, dan UU Pengadilan HAM. Daftar ini bisa bertambah panjang dengan adanya RUU Intelijen dan RUU Rahasia Negara. Di Indonesia, sejumlah perundangan menetapkan adanya hukuman mati pada para pelaku kasus pidana. Beberapa vonis mati pernah dijatuhkan hakim antara lain:
* Kolonel Laut (S) M. Irfan Djumroni. Dia divonis mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti) III-Surabaya pada 2 Februari 2006. Dia dipecat dari kesatuan TNI-AL karena membunuh isterinya Ny Eka Suhartini dan Ahmad Taufik SH, hakim pada Pengadilan Agama Sidoarjo, pada 21 September 2005 bersamaan sidang putusan gono gini perceraiannya di Pengadilan Agama Sidoarjo. Dia dinilai melanggar pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, pasal 351 KUHP tentang pembunuhan, dan melanggar UU Nomor 12 tahun 1951 tentang kepemilihan senjata tanpa izin. Tafsir UUD 1945 oleh Mahkamah Konstusi terkait dengan konstitusionalitas “Hukuman Mati” yang telah ditunggu lama akhirnya tiba juga,Terkait dengan itu, MK menyatakan bahwa kejahatan-kejahatan yang diatur dalam Pasal 80 ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf a, dan ayat (3) huruf a; Pasal 81 ayat (3) huruf a; serta Pasal 82 ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf a, dan ayat (3) huruf a UU Narkotika tergolong ke dalam kelompok kejahatan yang paling serius baik menurut UU Narkotika maupun menurut ketentuan hukum internasional yang berlaku pada saat kejahatan tersebut dilakukan. Dengan demikian, kualifikasi kejahatan pada pasal-pasal UU Narkotika di atas dapat disetarakan dengan “the most serious crime” menurut ketentuan Pasal 6 ICCPR. MK juga memberikan beberapa catatan penting, sebagaimana dituangkan dalam pertimbangan hukum putusan, salah satunya adalah ke depan, dalam rangka pembaruan hukum pidana nasional dan harmonisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pidana mati, maka perumusan, penerapan, maupun pelaksanaan pidana mati dalam sistem peradilan pidana di Indonesia hendaklah memperhatikan dengan sungguh-sungguh: bahwa pidana mati bukan lagi merupakan pidana pokok, melainkan sebagai pidana yang bersifat khusus dan alternatif; pidana mati dapat dijatuhkan dengan masa percobaan selama sepuluh tahun yang apabila terpidana berkelakuan terpuji dapat diubah dengan pidana penjara seumur hidup atau selama 20 tahun; pidana mati tidak dapat dijatuhkan terhadap anak-anak yang belum dewasa; eksekusi pidana mati terhadap perempuan hamil dan seseorang yang sakit jiwa ditangguhkan sampai perempuan hamil tersebut melahirkan dan terpidana yang sakit jiwa tersebut sembuh. Selain itu, demi kepastian hukum yang adil, MK juga menyarankan agar semua putusan pidana mati yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) segera dilaksanakan Terhadap putusan ini, empat orang Hakim Konstitusi mempunyai pendapat berbeda (dissenting opinions). Pendapat berbeda Hakim Konstitusi H. Harjono khusus mengenai kedudukan hukum (legal standing) Pemohon Warga Negara Asing. Hakim Konstitusi H. Achmad Roestandi mempunyai pendapat berbeda mengenai Pokok Permohonan. Sedangkan Hakim Konstitusi H.M. Laica Marzuki dan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan mempunyai pendapat berbeda baik mengenai kedudukan hukum (legal standing) maupun Pokok Permohonan. Pertanyaannya sekarang, apakah rezim hukuman mati di Indonesia sudah pasti terus bertahan?
Jawabannya adalah iya dan tidak. “Iya” karena hukuman mati dapat dijatuhkan dengan syarat-syarat khusus dan spesifik, dan “Tidak” karena Mahkamah hanya memutuskan konstitusionalitas Hukuman Mati pada UU Narkotika.
Bagaimana dengan ketentuan hukuman mati pada UU lainnya, misalnya dalam KUHP atau UU Darurat?
Mulai saat ini, pertimbangan hukum Mahkamah dapat dijadikan senjata pamungkas untuk memangkas berbagai ketentuan hukuman mati di berbagai UU yang tidak sesuai dengan tafsir Mahkamah.
Hukuman mati menurut Islam
Di dalam Islam, hukuman tidak berangkat dari pendapat manusia atau kesepakatan manusia belaka. Karena apa yang ada dalam pandangan manusia memiliki keterbatasan. Seringkali apa yang dalam pandangan manusia baik, pada hakikatnya belum tentu baik. Demikian juga, apa yang dalam pandangan manusia buruk, hakikatnya belum tentu buruk. Sehingga bagi umat Islam, harus mengembalikan penilaian baik atau buruk, terpuji dan tercela menurut pandangan syariat. Dalam hal ini Allah sebagai Syaari’ atau pembuat syariat.
Sistem persanksian (uqubat) dalam Islam meliputi empat hal: hudud, jinayat, ta’zir dan mukhalafat. Hudud adalah sanksi-sanksi atas kemaksiatan yang telah ditetapkan kadarnya dan menjadi hak Allah untuk menentukan hukumannya. Dinamakan hudud karena umumnya mencegah orang berbuat maksiat, untuk tidak kembali kepada kemaksiatan yang telah ditetapkan hadnya. Dalam masalah hudud, tidak ada pemaafan baik dari hakim ataupun terdakwa. Karena hudud adalah hak Allah. Tidak seorangpun yang berhak menggugurkannya dalam kondisi apapun. Tindakan maksiat yang wajib dikenakan sanksi yang merupakan bagian dari hudud adalah zina, liwath (homo), qadzaf, minum khamr, pencurian, riddah, hirabah dan bughat. Walaupun bermacam-macam bentuknya, tetapi bentuk sanksi untuk masing-masing pelanggaran ini telah ditetapkan dalam AlQura’an dan hadits. Hukuman mati, misalnya berlaku bagi pezina muhshan. Yaitu yang sudah pernah menikah. Allah SWT menetapkan hukuman rajam bagi perbuatan ini. Hukuman mati juga berlaku bagi pelaku homoseksual (laki-laki mendatangi laki-laki melalui duburnya). Hukum syara’ dalam masalah liwath ini menurut sunnah dan ijma’ shahabat adalah membunuh kedua pelakunya. Hukum mati juga berlaku bagi orang? yang murtad, yang telah mendapat peringatan namun tetap tidak mau kembali. Sementara selain hudud, ada jenis hukuman mati untuk kasus jinayat (kriminal) yaitu membunuh dengan sengaja. Baik membunuh seorang muslim ataupun kafir dzimmy (yang keamanannya di bawah kaum muslimin). Hukum orang yang membunuh dengan sengaja (tanpa alasan syar’iy) adalah dibunuh. Yaitu qishash bagi pelakunya, jika wali yang terbunuh tidak memaafkan. Tetapi bila dimaafkan, maka diyatnya (denda) diserahkan kepada walinya. Inilah hukum-hukum Allah SWT. Bagi seorang muslim, maka ia harus meyakini, bahwa dimana ada syara’ maka di snalah terletak kemaslahatan bagi manusia.
Esensi hukuman mati dalam Islam
Ada dua fungsi hukuman dalam Islam. Yaitu:
v Jawajir
v jawabir
yang pertama adalah jawazir adalah mencegah kejahatan yang lebih besar. Penerapan hukuman akan membawa, bahkan orang-orang yang lemah iman dan ketaqwaannya pun takut untuk melakukan kejahatan. Dengan demikian, ketentraman masyarakat akan terjaga.
Kedua jawabir yaitu penebus bagi pelaku. Artinya, dosa-dosa pelaku akan terampuni dan ia tidak akan dituntut lagi di akhirat. Sanksi akhirat bagi seorang muslim akan? gugur oleh sanksi yang dijatuhkan negara di dunia. ?Inilah yang menyebabkan dalam kondisi kaum muslimin berada dalam tingkat ketaqwaan tinggi, maka hukuman tidak akan banyak dijatuhkan. Adapun bagi yang melanggar, mereka sangat ingin segera dihukum agar dosanya tertebus.
Pada masa Rasulullah Saw, sangat masyhur kasus al Ghamidiyah yang justru meminta dihukum rajam karena sudah melakukan zina. Ghamidiyah mengatakah, “yaa Rasuulullah sucikanlah aku”. Demikian juga Maiz yang juga meminta agar ia dihukum rajam. Rasulullah Saw mengomentari tentang mereka: “Laqod taabats taubatan, law qusimats bayna sab’iina min ahlil madiinah lawasi’athum: Sungguh ia telah bertaubat, seandainya taubatnya dibagi diantara 70 penduduk madinah, sungguh akan tertutup semuanya. Hal ini menunjukkan betapa besar pahala orang yang bertaubat dan menjadikan sanksi tadi sebagai penebus dosanya. Mereka rela menanggung rasa sakit had dan qishash di dunia, karena takut azhab akhirat. ?Hanya persoalannya, hukuman ini hanya bisa ditegakkan oleh Daulah Khilafah Islamiyah, bukan oleh RT, RW, ormas atau partai. Sehingga pangkal persoalan bagi kaum muslimin saat ini bukan dari sisi apakah hukuman mati itu penting atau tidak, tetapi bahwa mereka wajib menegakkan hukum-hukum Allah SWT dalam naungan khilafah Islamiyah, agar seluruh kewajiban umat Islam dapat terealisasikan.Namun di sisi yang lain sebelum hukuman mati tersebut diterapkan secara konsisten, memang ada persyaratan-persyaratan tertentu yang wajib dipenuhi. Yaitu, jika maksudnya adalah hukuman mati menurut hukum/ syariat islam maka syarat pertama yang wajib dipenuhi adalah syariat Islam sudah benar-benar ditegakkan secara masal. Artinya kemudian, jika terdapat sebagian masyarakat menghendaki dilaksanakannya hukuman mati secara islami namun kenyataannya masyarakat secara umum masih berhukum di luar syariat islam maka praktek hukuman mati tersebut tidak syah secara syar’i (~menurut jumhur ulama). Sedangkan syarat-syarat hukuman mati yang lain dapat dilihat secara teknis menurut sebab atau akibatnya. Dan jika maksudnya adalah kita ingin meniru hukuman mati seperti yang berlaku juga di sebagian negara-negara lain yang bukan berasal dari hukum islam, maka saya berlepas diri dari hal ini…Sebab pertanyaannya adalah: Adakah hukum yang lebih adil selain hukum yang telah ditetapkan oleh Allah SWT?? TIDAK ADA. Sebab, sesungguhnya darah dan nyawa 1 orang yang tidak berdosa atau bisa jadi orang yang seharusnya tidak berhak dihukum mati karena tidak memenuhi syarat untuk dihukum mati di mata Allah SWT adalah lebih bernilai daripada bumi beserta segala isinya. Dan sesungguhnya, bagi saudara-saudara muslim dan mu’min sejati maka produk hukum apa saja yang datang dari Allah SWT dan Rasul-Nya sudah cukup baginya. Mereka akan ikhlas menerimanya, bahkan seandainya tidak sesuai dengan hati dan nuraninya pun mereka akan tetap menerimanya. Karena sejatinya, keadilan dan kebenaran adalah milik Allah SWT.
Meskipun demikian, jika dalam hal ini kita hanya sekedar membahas apakah hukuman mati itu perlu? Ya. Sebab sekali lagi, efek jera dari pelaksanaan hukuman mati tersebut telah terbukti merupakan cara terbaik membuat masyarakat menjadi jera, lebih taat hukum, lebih menghormati hak asasi manusia secara umum untuk sama-sama dapat hidup secara bebas dan tidak terdzolimi, dan lebih menutup kemungkinan adanya konflik dan budaya balas dendam di antara masyarakat secara masal apalagi secara turun-temurun.
QISHASH
Menurut syaraâ’ qishash ialah pembalasan yang serupa dengan perbuatan pembunuhan melukai merusakkan anggota badan/menghilangkan manfaatnya, sesuai pelangarannya. Allah SWT telah menjelaskan yaitu Wa lakum fil qishaashi hayaatun yaa uulil albaab. La’allakum tattaquun: “Dan dalam (hukum) qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa”. Maksudnya, disyariatkannya hukum qishash bagi kalian -yakni membunuh si pembunuh-terdapat hikmah yang sangat besar yaitu menjaga jiwa. Sebab jika si pembunuh mengetahui akan dibunuh lagi, maka ia akan takut untuk melakukan pembunuhan. Itulah sebabnya dalam qishash ada jaminan hidup bagi jiwa si pembunuh. “:Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema’afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af) membayar (diat) kepada yang memberi ma’af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih”.
Hadist riwayat Bukhari ra., ia berkata:
Dari Abdullah Ibnu Abbas ra, dia berkata: Dahulu pada Bani Israil adanya qishash dan tidak ada pada mereka diyat, lalu Allah berfirman kepada umat ini:”Diwajibkan atas kami qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang mendeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih”. Abdullah Ibnu Abbas berkata: “Pemaafan adalah keluarga korban pembunuhan menerima diyat (tidak menindak Qishash) dalam pembunuhan disengaja”. Ibnu Abbas berkata: “Mengikuti dengan cara yang baik adalah menuntut (diyat dari pembunuh) dengan cara yang baik, dan (pembunuh) supaya memenuhi dengan terbaik”.
Satu satunya Negara Islam yang masih memegang hukum qishash (exsekusi) dan melaksanakan suatu keputusan yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Kubro (Pengadilan Agung) sesuai dengan ajaran Islam. Memang betul, hukum qishash di Saudi tidak dilaksanakan secara merata, terutama untuk golongan atasan, tapi secara global hukum qishash (exsekusi) telah menjadi ciri khas untuk diterapkan di negara itu secara hukum mengenai suatu perkara atau dalam istilah lainya lazimnya, apa bila semua persyaratan hukum telah dipenuhi, harus dilaksanakan hukum qishash (eksekusi). Maka, pembunuh, perampok, pemerkosa, penjahat dan terpidana mati lainya yang dianggap telah merusak di muka bumi hukumnya lazim harus di bunuh artinya keputusan hukum itu secara hukum harus dieksekusi. pencuri hukumya lazim harus potong tangannya dan penzina hukumya dirajam. Kata “lazimnya” termasuk katagori yang lazim dipakai dalam keputusan hukum qishash (exsekusi). Allah berfiman &ldquo”Sesungguhnya pembalasan terhadap orangorang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik atau dibuang dari negri tempat kediamannya. Yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar &ldquo”.Allah berfirman &ldquo”Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya At Taurat bahwasanya jiwa dibalas dengan jiwa , mata dengan mata , hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka pun ada qishashnya. Barang siapa yang melepaskan hak qishashnya, maka kelepaskan hak itu menjadi penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang yang zalim&rdquo”. Qishash ada 2 macam :
1. Qishash jiwa, yaitu hukum bunuh bagi tindak pidana pembunuhan.
2. Qishash anggota badan, yakni hukum qishash atau tindak pidana melukai, merusakkan anggota badan, atau menghilangkan manfaat anggota badan.
Syarat-syarat Qishash
a. Pembunuh sudah baligh dan berakal (mukallaf). Tidak wajib qishash bagi anak kecil atau orang gila, sebab mereka belum dan tidak berdosa.
b. Pembunuh bukan bapak dari yang terbunuh. Tidak wajib qishash bapak yang membunuh anaknya. Tetapi wajib qishash bila anak membunuh bapaknya.
c. Oran g yang dibunuh sama derajatnya, Islam sama Islam, merdeka dengan merdeka, perempuan dengan perempuan, dan budak dengan budak.
d. Qishash dilakukan dalam hal yang sama, jiwa dengan jiwa, anggota dengan anggota, seperti mata dengan mata, telinga dengan telinga.
e. Qishash itu dilakukan dengn jenis barang yang telah digunakan oleh yang membunuh atau yang melukai itu.
f. Oran g yang terbunuh itu berhak dilindungi jiwanya, kecuali jiwa oran g kafir, pezina mukhshan, dan pembunuh tanpa hak. Hal ini selaras hadits rasulullah, ‘Tidakklah boleh membunuh seseorang kecuali karena salah satu dari tiga sebab: kafir setelah beriman, berzina dan membunuh tidak dijalan yang benar/aniaya’ Pembunuhan olah massa / kelompok orang
Sekelompok orang yang membunuh seorang harus diqishash, dibunuh semua..
Qishash anggota badan
Semua anggota tubuh ada qishashnya. Hal ini selaras dengan firman-Nya, ‘Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. HIKMAH QISHASH
Hikmah qishash ialah supaya terpelihara jiwa dari gangguan pembunuh. Apabila sesorang mengetahui bahwa dirinya akan dibunuh juga. Karena akibat perbuatan membunuh oran g, tentu ia takut membunuh oran g lain. Dengan demikian terpeliharalah jiwa dari terbunuh. Terpeliharalah manusia dari bunuh-membunuh.Ringkasnya, menjatuhkan hukum yang sebanding dan setimpal itu, memeliharakan hidup masyarakat: dan Al-Quran tiada menamai hokum yang dijatuhkan atas pembunuh itu, dengan nama hukum mati atau hukum gantung, atau hukum bunuh, hanya menamai hukum setimpal dan sebanding dengan kesalahan. Operasi pemberantasan kejahatan yang dilakukan pemerintah menjadi bukti betapa tinggi dan benarnya ajaran islam terutama yang berkenaan hukum qishash atau hukum pidana Islam.
DIYAT
Pengertian Diat
Diyat ialah denda pengganti jiwa yang tidak berlaku atau tidak dilakukan padanya hukuman bunuh.
ü Bila wali atau ahli waris terbunuh memaafkan yang membunuh dari pembalasan jiwa.
ü Pembunuh yang tidak sengaja
ü Pembunuh yang tidak ada unsur membunuh.
Macam-macam diyat
Diyat ada dua macam :
- Diyat Mughalazhah, yakni denda berat
Diyat Mughalazhah ialah denda yang diwajibkan atas pembunuhan sengaja jika ahli waris memaafkan dari pembalasan jiwa serta denda aas pembunuhan tidak sengaja dan denda atas pembunuhan yang tidak ada unsur-unsur membunuh yang dilakukan dibulan haram, ditempat haram serta pembunuhan atas diri seseorang yang masih ada hubungan kekeluargaan. Ada pun jumlah diat mughallazhah ialah : 100 ekor unta terdiri 30 ekor unta berumur 3 tahun, 30 ekor unta berumur 4 tahun serta 40 ekor unta berumur 5 tahun (yang sedang hamil).
Diat Mughallazah ialah : Pembunuhan sengaja yaitu ahli waris memaafkan dari pembalasan jiwa. Pembunuhan tidak sengaja / serupa Pembunuhan di bulan haram yaitu bulan Zulqaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab.Pembunuhan di kota haram atau Mekkah.Pembunuhan orang yang masih mempunyai hubungan kekeluargaanseperti Muhrim, Radhâ’ah atau Mushaharah.Pembunuhan tersalahdengan tongkat, cambuk dsb.Pemotongan atau membuat cacat angota badan tertentu.
- Diyat Mukhaffafah, yakni denda ringan.
Diyat Mukhoffafah diwajibkan atas pembunuhan tersalah. Jumlah dendanya 100 ekor unta terdiri dari 20 ekor unta beurumur 3 tahun, 20 ekor unta berumur 4 tahun, 20 ekor unta betina berumur 2 tahun, 20 ekor unta jantan berumur 2 tahun dan 20 ekor unta betina umur 1 tahun.
Diyat Mukhoffafah dapat pula diganti uang atau lainya seharga unta tersebut. Diat Mukhoffafah adalah sebagai berikut :Pembunuhan yang tersalah.Pembunuhan karena kesalahan obat bagi dokter.Pemotongan atau membuat cacat serta melukai anggota badan.
Ketentuan-ketentuan lain mengenai diat :
1. Masa pembayaran diyat, bagi pembunuhan sengaja dibayar tunai waktu itu juga. Sedangkan pembunuhan tidak sengaja atau karena tersalah dibayar selama 3 tahun dan tiap tahun sepertiga.
2. Diyat wanita separo laki-laki.
3. Diyat kafir dhimmi dan muâ’hid separo diat muslimin.
4. Diyat Yahudi dan Nasrani sepertiga diat orang Islam.
5. Diyat hamba separo diat orang merdeka.
6. Diyat janin, sepersepuluh diat ibunya, 5 ekor unta.
Diyat anggota badan :
Pemotongan, menghilangkan fungsi, membuat cacad atau melukai anggota badan dikenakan diyat berikut :
Pertama : Diyat 100 (seratus) ekor unta. Diat ini untuk anggota badan berikut :
a. Bagi anggota badan yang berpasangan (kiri dan kanan) jika keduan-duanya potong atau rusak, yaitu kedua mata, kedua telinga, kedua tangan, kedua kaki, kedua bibir (atas bawah) dan kedua belah buah zakar.
b. Bagi anggota badan yang tunggal, seperti : hidung, lidah, dll..
c. Bagi tulang sulbi ( tulang tempat keluar air mani laki-laki)
Kedua : Diyat 50 ekor unta. Diyat ini untuk anggota badan yang berpasangan, jika salah satu dari keduanya ( kanan dan kiri) terpotong.
Ketiga : Diat 33 ekor unta ( sepertiga dari diatyang sempurna). Diyat ini terhadap :
a. Luka kepala sampai otak
b. Luka badan sampai perut
c. Sebelah tangan yang sakit kusta
d. Gigi-gigi yang hitam
Gigi satu bernilai 5 ekor unta. Kalau seseorang meruntuhkan satu gigi orang lain harus membayar dengan 5 ekor unta. Kalau meruntuhkan 2, harus membayar 10 ekor. Bagaimana kalau seseorang meruntuhkan semua gigiorang lain, apakah harus membayar 5 ekor unta kali jumlah gigi tersebut ? Ulama berbeda pendapat. Sebagian berpendapat : cukup membayar diyat 60 ekor unta (dewasa). Ulama lain berpendapat harus membayar 5 ekor unta kali jumlah gigi.
Hal Sumpah
Orang yang menuduh membunuh harus mengemukakan bukti dan orang yang menolak tuduhan harus bersumpah. Apabila ada pembunuhan yang tidak diketahui pembunuhnya, wali dari yang terbunuh bisa menuduh kepada sesorang atau suatu kelompok yang mempunyai kaitan dengan pembunuhan, yaitu menyebutkan data-data.
Data-data yang dikemukakan seperti :
ü ü Orang yang dituduh pernah bertengkar pada hari-hari sebelumnya
ü ü Orang yang dituduh pernah disakitkan hatinya.
ü ü Adanya alat yang hanya dimiliki oleh tertuduh
ü ü Adanya berita dari seseorang tertuduh kalau tidak menerima tuduhan bisa membela diri dengan bersumpah, bahwa ia betul-betul tidak membunuh.
KIFARAT PEMBUNUHAN
Pembunuh disamping dia wajib menyerahkan diri unutk dibunuh atau diat (denda) maka ia diwajibkan juga membayar kifarat. Diyat adalah jenis denda sebagai tanda penyesalan atau belasungkawa kepada keluarga korban. Sedang kifarat adalah jenis denda sebagai tanda taubat kepada Allah SWT.Ada pun kifarat akibat pembunuhan adalah memerdekakan hamba yang Islam atau dia wajib puasa dua bulan secara berturut-turut. Hal ini selaras dengan.
Pro-kontra Hukuman Mati
Diindonesia
Melanggar HAM.
Indonesia masih menganut adanya hukuman mati sebagaimana diatur di dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Hingga akhir 2006 terdapat setidaktidaknya 10 peraturan perundang-undangan di Indonesia yang masih mengandung ancaman hukuman mati. Beberapa peraturan perundangundangan yang masih mengatur hukuman mati antara lain Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUPM), Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, dan Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. 2. Walaupun hukuman mati masih diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan di Indonesia, namun dapat dinyatakan telah ada moratorium selama bertahun-tahun mengingat sedikitnya eksekusi yang dilakukan. Sejak 1945 sampai dengan 2003 tercatat ’hanya’ 15 orang yang dieksekusi. Jumlah ini kecil bila dibandingkan dengan periode 10 tahun terakhir (1998-2008) yang berjumlah 17 orang. Eksekusi hukuman mati mempunyai kecenderungan meningkat pada tahun-tahun terakhir. Pada periode Januari-Juli 2008 telah ada 6 terpidana mati yang dieksekusi. Pada periode 18-19 Juli 2008 eksekusi terjadi dengan jarak waktu yang sangat pendek yaitu tidak lebih dari satu jam. 3. Dapat diduga kuat bahwa kembalinya hukuman mati didorong oleh perdagangan obat-obatan terlarang daripada oleh meningkatnya violent crime.Dugaan tersebut benar bila kita melihat data terakhir. Untuk periode 1998- 2008, kasus narkotika dan psikotropika adalah kasus yang paling banyak divonis hukuman mati yaitu sebanyak 68 kasus dan kemudian disusul 32 kasus pembunuhan.
ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA HUKUMAN MATI MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 39 TENTANG HAK ASASI MANUSIA DENGAN HUKUM ISLAM
Penelitian ini mengkaji dan menjawab permasalahan mengenai perbedaan konsep perlindungan hak hidup menurut Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dengan konsep perlindungan hak hidup menurut Hukum Islam, disamping persamaan-persamaannya. Akan tetapi berhubung luasnya perlindungan hak hidup itu, maka penelitian ini difokuskan pada perlindungan yang berkaitan dengan penjatuhan hukuman mati, mengingat sampai saat ini, hal tersebut masih selalu menjadi pembicaraan hangat. Satu pihak berpemdapat hukuiman mati tidak searah dengan konsep perlindungan hak hidup, bahkan melanggar Hak Asasi Manusia; di pihak lain, hukuman mati merupakan jaminan terhadap perlindungan hak hidup, artinya hak hidup seseorang ataupun masyarakat akan terjamin tidak dilanggar oleh siapapun jika ditegakkan penjatuhan hukuman mati.Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normative yang bersifat deskriptif. Data penelitian ini diperoleh dari Bahan Hukum Primer dan Bahan Hukum Sekunder. Untuk mengumpulkan data, digunakan teknik mencatat dokumen. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis penafsiran komparatif. Sifat dasar analisis ini bersifat induktif, yaitu cara-cara menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus kearah hal-hal yang bersifat umum.Bahwa Undang Undang Nomor 39Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam sama-sama tegasnya melindungi hak hidup,yakni hak hidup tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. Tidak boleh menghilangkan nyawa seseorang kecuali menurut yang dibenarkan oleh syara'. Ada perbedaan konsep jaminan perlindungan hak hidup antara Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dengan Hukum Islam. Menurut Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dengan menghapus hukuman mati akan terlindungi hak hidup seseorang, sedangkan menurut Hukum Islam, dengan penerapan hukuman mati, hak hidup seseorang akan dijamin terlindungi,Mengingat bahwa segala ketentuan dalam kitab suci diyakini kebenarannya, maka haruslah tidak ragu-ragu bagi para penegak hukum untuk menegakkan hukum dalam kitab suci tersebut, antara lain dengan tetap tegas menerapkan hukuman mati demi menjamin hak hidup seseorang. Kongres Internasional Menentang Hukuman Mati
Lebih seratus anggota parlemen, wakil organisasi hak asasi, penelitidan ahli hukum hari Kamis ini akan berkumpul di Straßburg, Perancis, untuk menghadiri Kongres Internasional Menentang Hukuman Mati.Kongres dua hari itu diselenggarakan dipbawah payung Dewan Eropa dan Parlemen Eropa. Tujuannya adalah untuk membahas situasi aktual di negara-negara yang masih memberlakukan hukuman mati. Kemudian para peserta akan membahas strategi kampanye menghapuskan hukuman mati.Ketua parlemen Jerman, Wolfgang Thierse, dalam kata sambutannya pada panitia kongres, menyebut hukuman mati sebagai 'tindakan barbar'.Pada hari kedua, Jum'at besok, kongres akan dihadiri oleh ketua Parlemen Eropa, Nicole Fontaine, ketua Asosiasi Parlemen Eropa, Lord Russel Johnston, dan para ketua parlemen negara-negara Eropa. Menurut panitiaenyelenggara kongres, para eserta kemudian akan menyusun surat himbauan terbuka untuk menghapuskan hukuman mati di seluruh dunia. Akan hadir juga ketua parlemen dari Ukraina dan Cile, yang baru-baru ini menghapuskan hukuman mati.Selain membahas situasi di berbagai negara, peserta dengan bantuan para praktisi hukum akan membahas strategi kampanye besar-besar-an penghapusan hukuman mati. Debat besar tampaknya akan berlangsung mengenai pelaksanaan hukuman mati di Amerika Serikat, negara yang menganggap dirinya benteng demokrasi dan hak asasi, tetapi masih melaksanakan eksekusi hukuman mati. Menurut keterangan organisasi hak asasi amnesty international, dari 195 negara, ada 109 negara yang tidak melasanakan hukuman mati lagi. Sementara di 75 negara, hukuman mati sudah dihapus dari perundangannya. Hal itu terutama dilakukan negara-negara Eropa dan Amerika Selatan. Di 86 negara, hukuman mati masih dilaksanakan.
Diantara anggota Dewan Eropa, hanya Rusia, Albania dan Turki yang masih memuat hukuman mati sebagai sanksi hukum. Namun di ketiga negara itu, sejak beberapa tahun terakhir hukuman mati tidak dilaksanakan.lagi. Di Amerika Latin, hukuman mati masih dilakukan di Kuba dan Guatemala. Di Meksiko, hukuman mati bisa dilaksanakan dalam situasi darurat. Di negara-negara Amerika Latin lainnya, hukuman mati sudah dihapuskan atau tidak dilaksanakan lagi.Diantara negara-negara yang masih memberlakukan hukuman mati, Cina menempati posisi teratas dalam hal eksekusinya. Tahun 1998, lebih dari 1000 orang dihukum mati. Dan sejak awal tahun ini, menurut keterangan organsisasi-organisasi hak asasi, sudah ratusan orang yang dieksekusi. Hukuman mati juga masih sering dilaksanakan di Arab Saudi, Taiwan, Afghanistan, Sierra Leone dan Ruanda. Amerika Serikat mulai memberlakukan kembali sanksi hukuman mati tahun 1976. Sejak itu, sudah 717 orang yang dieksekusi. Sejumlah negara Uni Eropa meminta Indonesia mencabut hukuman mati yang dianut Indonesia dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Alasannya, hukuman mati sudah tidak relevan lagi diterapkan saat ini. Keberatan tersebut disampaikan Duta Besar Finlandia untuk Indonesia Markku Niluloja, Dubes Federasi Jerman Joachim Braudre Groeger dan Konselir UE Ulrich Eckle kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta, Selasa (4/7).
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaluddin yang ikut pertemuan menjelaskan, pro kontra seputar hukuman mati di Indonesia memang sudah lama menjadi wacana di dalam negeri. Karena itu, keberatan UE bisa memperkaya wacana tersebut. Hamid mengakui, hukuman mati dalam KUHP sudah ada sejak Indonesia merdeka. Sampai saat ini, Indonesia sudah mengeksekusi 71 orang terpidana mati. Menurut Hamid, Wapres Kalla langsung menolak keberatan tersebut. Hamid menambahkan, pertemuan dengan para petinggi UE ini tidak menyinggung masalah terorisme Euthanasia
Arti Euthanasia adalah kematian baik atau kematian bahagia. Ini ditujukan pada mengakhiri kehidupan seorang (manusia) yang dilakukan orang lain untuk mencegah rasa sakit dalam penderitaan yang berkepanjangan. Ada 2 bentuk dasar euthanasia, (1) Sukarela. Seorang pasien yang mati secara perlahan-lahan adalah menyakitkan. Oleh sebab itu, seorang pasien meminta bantuan untuk mempercepat proses kematiannya. Ini berarti dibantu bunuh diri. (2) Bukan sukarela. Ini berarti menyebabkan kematian seseorang yang tidak mampu lagi meminta tolong untuk mengalami kematian. Hal ini termasuk bayi dan orang yang dalam keadaan koma (sekarat). Orang-orang yang mendukung euthanasia mengatakan bahwa jika seseorang tidak normal atau tidak memiliki kehidupan yang produktif, dia seharusnya dibunuh saja. Tetapi apakah itu normal? Siapakah yang berhak berkata apakah kehidupan yang produktif itu? Ada banyak contoh orang yang tidak normal, tetapi hidup bahagia berguna. Bayi-bayi yang lahir cacat, orang yang lanjut usia, orang sakit, orang yang terganggu mentalnya adalah target euthanasia. Ketika kita mengambil keputusan untuk hidup atau mati diluar dari kehendak Allah atau menyerahkan ke tangan manusia yang tidak sempurna, maka banyak masalah yang akan terjadi! Negara Belanda telah menemukan jalan yang menyarankan praktek euthanasia. Sebelum tahun 1973, euthanasia tidak diperbolehkan di Belanda. Sejak saat itu, para dokter dan suster secara aktif terlibat dalam pembunuhan orang yang belum siap untuk mati. Pada tahun 1990, 9% dari kasus kematian di Belanda dilaksanakan oleh para dokter. Setengah dari kasus ini adalah pasien yang dibunuh tanpa persetujuan mereka. Ada organisasi-organisasi yang mempublikasikan buku-buku untuk mengajar orang bagaimana membunuh diri mereka sendiri atau orang lain. Di Amerika Serikat, Jack Kevorkian menjadi terkenal oleh karena menolong banyak orang membunuh diri mereka sendiri.
Mengapa Euthanasia itu salah?
Praktek euthanasia adalah salah karena melanggar prinsip bahwa kehidupan itu diberikan oleh Allah. Allah tidak menyetujui “tangan yang menumpahkan darah orang tidak bersalah”(Amsal 6:16,17). Kehidupan berasal dari Allah. Adalah keputusan Allah untuk memberi kehidupan dan mengambilnya kembali (Pengkhotbah 12:7; Ayub 1:21). Dalam Alkitab, “menumpahkan darah orang yang tidak bersalah” disebut pembunuhan (1 Yohanes 3:15; Kejadian 9:6).
Kematian raja Saul adalah contoh dari euthanasia (1 Samuel 31:1-6). Saul tidak mau orang-orang Filistin menemukan dirinya tetap hidup. Dia tahu mereka akan menyiksa dia. Kemudian dia meminta pembawa senjatanya untuk membunuhnya. Tetapi ketika pembawa pedang itu menolak, Saul menjatuhkan dirinya ke atas pedangnya sendiri dan mati. Saul melakukan bunuh diri, dan dia melakukan itu supaya mencegah penderitaan. Dia membunuh dirinya sendiri dan itu adalah perbuatan dosa (Keluaran 20:13).
Tidak semua penderitaan itu buruk. Meskipun kita tidak selalu mengerti mengapa kita menderita, beberapa hal yang baik bisa berasal dari penderitaan itu. Rasul Paulus mengerti hal ini (2 Korintus 12:7-10). Di dalam tubuhnya ada duri yang dipohonkannya kepada Allah untuk memindahkannya, tetapi harus disadari Paulus bahwa itu adalah untuk kebaikannya. Ayub juga adalah contoh terbaik dalam hal ini (Yakobus 5:11).
Isu tentang euthanasia ini muncul kira-kira sebagai akibat dari murahnya hidup manusia. Euthanasia adalah akibat dari hilangnya hormat pada kehidupan manusia. Kalau orang mengerti dan menghormati kesucian dari hidup manusia, maka mereka tidak akan memutuskan untuk mengakhirinya.
Dalam sebuah keluarga Cina ada seorang kakek yang tidak mampu lagi memberi nafkah bagi keluarga, maka dia dianggap sebagai orang yang tidak berguna apa-apa. Lalu suatu hari putranya menaikkannya ke gerobak dan membawanya ke puncak sebuah gunung serta membiarkannya di sana hingga mati. Putranya ini pergi bersama cucunya. Setelah mereka membawa kakek ini ke gunung itu dan pada saat dalam perjalanan pulang, cucu ini berkata kepada ayahnya: “Saya senang ayah membawa saya supaya saya tahu dimana akan membawa ayah ketika sudah tua nanti.”
Allah telah memberi kita hak untuk membuat pilihan dalam kehidupan ini. Banyak orang di dunia sekarang ini tidak lagi percaya untuk membedakan apakah kita hidup atau mati. Allah menghendaki kita untuk “memilih hidup” (Ulangan 30:19).
Kesimpulan
Untuk menanggapi masalah ini di dalam masyarakat kita, kita harus menguatkan rumah tangga. Allah mengajarkan hal ini baik di dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru (Ulangan 6:6,7: Amsal 22:6; Mazmur 127:3-5; Efesus 6:1-4). Marilah kita mengajarkan nilai kehidupan manusia! Marilah kita menentang praktek mengakhiri kehidupan manusia yang tidak bersalah!
IV. Beberapa aspek euthanasia.
A. Aspek Hukum. Undang undang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai pelaku utama euthanasia, khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhan berencana, atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang. Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebut. Tidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya. Di lain pihak hakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yang tentunya masih ingin hidup, dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasien yang sangat menderita tersebut, tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undang undang yang terdapat dalam KUHP Pidana.
B. Aspek Hak Asasi. Hak asasi manusia selalu dikaitkan dengan hak hidup, damai dan sebagainya. Tapi tidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati. Mati sepertinya justru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini terbukti dari aspek hukum euthanasia, yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalam euthanasia. Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainya, secara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati, apabila dipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidak nyamanan atau lebih tegas lagi dari segala penderitaan yang hebat.
C. Aspek Ilmu Pengetahuan. Pengetahuan kedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medis untuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien. Apabila secara ilmu kedokteran hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhan ataupun pengurangan penderitaan, apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknya untuk tidak diperpanjang lagi hidupnya? Segala upaya yang dilakukan akan sia sia, bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan, karena di samping tidak membawa kepada kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam pengurasan dana.
D. Aspek Agama. Kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri. Pernyataan ini menurut ahli ahli agama secara tegas melarang tindakan euthanasia, apapun alasannya. Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besar dan melawan kehendak Tuhan yaitu memperpendek umur. Orang yang menghendaki euthanasia, walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalam keadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa, dan putus asa tidak berkenan dihadapan Tuhan. Tapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segar bugar, dan tentunya sangat tidak ingin mati, dan tidak dalam penderitaan apalagi sekarat, tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu ini. Aspek lain dari pernyataan memperpanjang umur, sebenarnya bila dikaitkan dengan usaha medis bisa menimbulkan masalah lain. Mengapa orang harus kedokter dan berobat untuk mengatasi penyakitnya, kalau memang umur mutlak di tangan Tuhan, kalau belum waktunya, tidak akan mati. Kalau seseorang berupaya mengobati penyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai upaya memperpanjang umur atau menunda proses kematian. Jadi upaya medispun dapat dipermasalahkan sebagai melawan kehendak Tuhan. Dalam hal hal seperti ini manusia sering menggunakan standar ganda. Hal hal yang menurutnya baik, tidak perlu melihat pada hukum hukum yang ada, atau bahkan mencarikan dalil lain yang bisa mendukung pendapatnya, tapi pada saat manusia merasa bahwa hal tersebut kurang cocok dengan hatinya, maka dikeluarkanlah berbagai dalil untuk menopangnya.
Ringkasan
1.Euthanasia belum mempunyai kesamaan sudut pandang antara hak azasi manusia,hukum,
ilmu pengetahuan dan agama.
2.Euthanasia tidak bisa dipandang hanya dari satu sudut pandang saja.
3.Euthanasia tidak bisa disamakan dengan pembunuhan berencana.
4.Euthanasia bisa merupakan kebenaran pada salah satu aspek, tetapi belum tentu merupakan kebenaran, bahkan pelanggaran kebenaran pada aspek lainnya.
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari keseluruhan pembahasan makalah ini selanjutnya dapat beberapa poin kesimpula sebagai berikut:
v Hukuman mati ialah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan (atau tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya
v Dalam sejarah, dikenal beberapa cara pelaksanaan hukuman mati:
* pancung kepala: Saudi Arabia dan Iran,
* sengatan listrik: Amerika Serikat
* digantung: Mesir, Irak, Iran, Jepang, Yordania, Pakistan, Singapura
* suntik mati: Tiongkok, Guatemala, Thailand, AS
* tembak: Tiongkok, Somalia, Taiwan, Indonesia, dan lain-lain
* rajam: Afganistan, Iran
v Di Indonesia sudah puluhan orang dieksekusi mati mengikuti sistem KUHP peninggalan kolonial Belanda. Bahkan selama Orde Baru korban yang dieksekusi sebagian besar merupakan narapidana politik.Walaupun amandemen kedua konstitusi menyebutkan: "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun", tapi peraturan perundang-undangan dibawahnya tetap mencantumkan ancaman hukuman mati
Di dalam Islam, hukuman tidak berangkat dari pendapat manusia atau kesepakatan manusia belaka. Karena apa yang ada dalam pandangan manusia memiliki keterbatasan. Seringkali apa yang dalam pandangan manusia baik, pada hakikatnya belum tentu baik. Demikian juga, apa yang dalam pandangan manusia buruk, hakikatnya belum tentu buruk. Sehingga bagi umat Islam, harus mengembalikan penilaian baik atau buruk, terpuji dan tercela menurut pandangan syariat. Dalam hal ini Allah sebagai Syaari’ atau pembuat syariat. Allah SWT telah menjelaskan yaitu Wa lakum fil qishaashi hayaatun yaa uulil albaab. La’allakum tattaquun: “Dan dalam (hukum) qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa”. Maksudnya, disyariatkannya hukum qishash bagi kalian -yakni membunuh si pembunuh-terdapat hikmah yang sangat besar yaitu menjaga jiwa. Sebab jika si pembunuh mengetahui akan dibunuh lagi, maka ia akan takut untuk melakukan pembunuhan. Itulah sebabnya dalam qishash ada jaminan hidup bagi jiwa si pembunuh
v Diyat ialah denda pengganti jiwa yang tidak berlaku atau tidak dilakukan padanya hukuman bunuh.
§ Bila wali atau ahli waris terbunuh memaafkan yang membunuh dari pembalasan jiwa.
§ Pembunuh yang tidak sengaja
§ Pembunuh yang tidak ada unsur membunuh.
v Indonesia masih menganut adanya hukuman mati sebagaimana diatur di dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Hingga akhir 2006 terdapat setidaktidaknya 10 peraturan perundang-undangan di Indonesia yang masih mengandung ancaman hukuman mati. Beberapa peraturan perundangundangan yang masih mengatur hukuman mati antara lain Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUPM), Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, dan Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika
B.Saran
Hukuman mati memberikan efek jera bagi para pelaku pwmbunuhan dan alain-lain.walaupun manurut Undang Undang Nomor 39Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam sama-sama tegasnya melindungi hak hidup,yakni hak hidup tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. Tidak boleh menghilangkan nyawa seseorang kecuali menurut yang dibenarkan oleh syara'. Ada perbedaan konsep jaminan perlindungan hak hidup antara Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dengan Hukum Islam. Menurut Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dengan menghapus hukuman mati akan terlindungi hak hidup seseorang, sedangkan menurut Hukum Islam, dengan penerapan hukuman mati, hak hidup seseorang akan dijamin terlindungi,Mengingat bahwa segala ketentuan dalam kitab suci diyakini kebenarannya, maka haruslah tidak ragu-ragu bagi para penegak hukum untuk menegakkan hukum dalam kitab suci tersebut, antara lain dengan tetap tegas menerapkan hukuman mati demi menjamin hak hidup seseorang.
LEMBAGA SENI BUDAYA TELUK BONE http://www.telukbone.org Menggunakan Joomla! Generated: 13 December, 2008, 16:26 Lihat Kontras ,’ Praktik Hukuman Mati di Indonesia’, http://www.kontras.org/hmati/data/Working%20Paper_Hukuman_Mati_di_Indonesia.pdf, diakases pada 17 September 2008. Dalam data Kontras terdapat 11 peraturan perundang-undangan. Namun salah satunya, yaitu UU No. 11/Pnps/1963 telah dicabut pada 1999. William Schabas, makalah disampaikan dalam seminar internasional, Discussion on Death Penalty- Contemporary Challenges, Delegation of European Commission and Departemen of Philosofy Faculty of Humanities University of Indonesia, di Hotel Mandarin Jakarta, 14 Desember 2004 Lihat Imparsial, ‘Deskripsi data Hukuman Mati Sejak 1998-2008’. Updated hingga Juli 2008. Tulisan Lihat Schabas, op.cit (note 2) Lihat, Imparsial Deskripsi Data Hukuman Mati sejak 1998-2008, updated hinggal Juli 2008 Kongres Internasional Menentang Hukuman Mati DAFTAR PUSTAKA
- Pro.Dr.H.Kaelan M.S,2007,Pendidikan Kewarganegaraan,paradigma,yogyakarta
- Prof,H.Mohammad Daud Ali,S.H.1996.Hukum Islam,Rajawali pers,Jakarta
- Pro.Dr.H.Kaelan M.S,2004,Pendidikan Pancasila, paradigma,yogyakarta
- Dokumen ini bisa diakses di: http://ohchr.org/english/law/ccpr-death.htm.
- Dokumen ini bisa diakses di: http://www.cidh.org/Basicos/basic7.htm.
- Dokumen ini bisa diakses di: http://www.echr.coe.int/NR/rdonlyres/D5CC24A7-DC13-4318-B457-5C9014916D7A/0/EnglishAnglais.pdf.
- Dokumen ini bisa diakses di: http://www.echr.coe.int/NR/rdonlyres/D5CC24A7-DC13-4318-B457-5C9014916D7A/0/EnglishAnglais.pdf.
- Tafsir UUD 1945 oleh Mahkamah Konstusi terkait dengan konstitusionalitas “Hukuman Mati”
- LEMBAGA SENI BUDAYA TELUK BONE http://www.telukbone.org Menggunakan Joomla! Generated: 13 December, 2008, 16:26
- Lihat Kontras ,’ Praktik Hukuman Mati di Indonesia’, http://www.kontras.org/hmati/data/Working%20Paper_Hukuman_Mati_di_Indonesia.pdf, diakases pada 17 September 2008. Dalam data Kontras terdapat 11 peraturan perundang-undangan. Namun salah satunya, yaitu UU No. 11/Pnps/1963 telah dicabut pada 1999.
- William Schabas, makalah disampaikan dalam seminar internasional, Discussion on Death Penalty- Contemporary Challenges, Delegation of European Commission and Departemen of Philosofy Faculty of Humanities University of Indonesia, di Hotel Mandarin Jakarta, 14 Desember 2004
- Lihat Imparsial, ‘Deskripsi data Hukuman Mati Sejak 1998-2008’. Updated hingga Juli 2008. Tulisan
- Lihat Schabas, op.cit (note 2)
- Lihat, Imparsial Deskripsi Data Hukuman Mati sejak 1998-2008, updated hinggal Juli 2008
- Kongres Internasional Menentang Hukuman Mati