AKU TIDAK TAKUT SENDIRI. TUHAN PUN JUGA SENDIRI. DAN DIA MENJADI YANG MAHA KUAT KARENA ITU (SOE HOK GIE)

Sabtu, 14 April 2012

Peta Neoliberalisme Amerika dan Barat


  
Berbicara masalah bagaimana perilaku politik luar negeri suatu negara, tidak akan lepas dari kepentingan – kepentingan nasional / domestik negara tersebut. Menurut Rosenau, kebijakan luar negeri dapat didefinisikan sebagai upaya suatu negara melalui keseluruhan sikap dan aktivitasnya untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya[1].Dengan maksud lain, kebijakan luar negeri yang diambil oleh suatu negara selalu berkaitan dengan upaya untuk memelihara dan mempertahankan kelangsungan hidup negara tersebut.
Dalam kajian hubungan internasional, dikenal sebuah teori yang menjadi salah satu perspektif yang cukup sering diperdebatkan di kalangan penstudi HI hingga saat ini, yaitu neoliberalisme. Tulisan ini akan mencoba menganalisis bagaimana teori neoliberalisme, membenarkan berbagai kepentingan – kepentingan AS, berkaitan dengan politik luar negeri (terutama di bidang ekonomi) yang diambilnya.
Dilihat dari sejarahnya, kemunculan neoliberalisme atau yang juga dikenal sebagai paham ekonomi neoliberal merupakan sebuah redefinisi dan kelanjutan teori liberal klasik. Akar pemikirannya bersumber dari Adam Smith, yang menerapkan sistem ekonomi dengan mengurangi bahkan menolak campur tangan pemerintah. Istilah yang seringkali muncul ketika berbicara mengenai paham ini adalah privatisasi, kapitalisme,  adanya pasar / perdagangan bebas, dimana aktor utama yang bermain dalam perekonomian internasional adalah aktor – aktor individu / privat / swasta, seperti, MNCs, TNCs (non-state actors). Menurut paham ini, intervensi negara merupakan ancaman / hambatan bagi perdagangan internasional. Oleh karena itu, perlunya dibentuk sebuah institusi internasional yang mengatur pasar bebas dunia, sehingga semua negara mendapatkan keuntungan dan mampu meningkatkan kesejahteraan warga negaranya serta proses modernisasi melalui peningkatan efisiensi perdagangan melalui kegiatan investasi.
Pasca Perang Dunia II, AS sebagai negara adidaya kemudian dikenal sebagai negara yang menganut bahkan menjadi icon dari paham ekonomi neoliberal saat ini. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kebijakan politik – ekonomi (domestik maupun) yang diterapkannya. Bahkan jika menganalisa perkembangan sistem perekonomian dunia saat ini, rezim yang tengah berkuasa merupakan antek - antek kapitalis - neolib dimana AS menjadi negara pelopor dan pendukung utamanya. Sebut saja terkait kemunculan World Bank, International Monetary Fund, dan World Trade Organization.  Kondisi dunia yang semakin mengglobal, dimana batas – batas antar negara semakin kabur, atau dikenal dengan istilah ‘globalisasi’ kemudian menjadi ‘kedok’ yang disebut - sebut sebagai alasan / aktor yang menjadikan paham neoliberal ini terus berkembang. Kemunculan organisasi – organisasi kapitalist di atas, ternyata membawa kepentingan – kepentingan baik ideologis maupun ekonomi bagi AS sendiri. Dan kita pun bias lihat petinggi-petinggi badan-badan organisasi ini tak lain dan tak bukan pasti akan dipegang oleh Amerika atau Barat (Eropa) karena kenapa?. Karena itu merupakan strategi Negara Neolib untuk terus bisa Bertahan hidup walau ekonominya Diambang Resesi Ekonomi, Negara-Negara Neolib akan terus mendapatkan “Lembaran Uang” dari bunga ataupun cicilan Utang dari Negara-negara yang mencari Pinjama hutang.
Melalui kekuasaannya, dengan modal besar yang berasal dari perusahaan – perusahaan (seperti TNCs, MNCs) miliknya, AS mampu menjadi aktor yang berpengaruh, termasuk dalam proses pengambilan keijakan dalam tiga institusi ekonomi internasional di atas. Kenyataan ini kemudian memberi jalan terjadinya imperialisme, karena istilah ‘globalisasi’, ‘privatisasi’ dan ‘pasar bebas’ yang menjadi ciri paham neoliberal ini memunculkan peluang terbentuknya daerah – daerah eksploitasi dan ekspansi modal serta membuka pasar baru, seperti di negara – negara di Dunia Ketiga. Sadar atau tidak, kenyataan ini yang tengah kita hadapi saat ini.[2]
Dominasi AS dalam organisasi – organisasi ekonomi internasional tersebut merupakan perpanjangan dan representasi dari kepentingan domestik AS.  Mereka telah menciptakan kebijakan – kebijakan yang menjebak, khususnya bagi negara di Dunia Ketiga, melalui bantuan – bantuan keuangan ‘bersyarat’ yang ditawarkannya ternyata hanya memberikan kerugian jangka panjang. Contohnya, ketika mereka memberikan pinjaman dana dengan bunga cukup besar kepada negara – negara berkembang –seperti  Indonesia contohnya. Kita kemudian hanya menjadi korban setelah disadari bahwa bunga hutang yang terbayarkan ternyata melebihi jumlah dana yang dipinjam. Artinya, negara – negara berkembang mau – tidak mau menjalani kesepakatan awal, harus membayar bunga lebih banyak dari uang yang dipinjam. World Bank, International Monetary Fund, dan World Trade Organization merupakan wadah dan alat bagi AS dalam pencapaian kepentingan nasionalnya, tidak hanya di bidang ekonomi, namun juga dalam politik dan ideologi. Neoliberalisme akhirnya hanya menjadi parasit bagi negara – negara kecil dan negara – negara berkembang di dunia. Melihat peran pemerintah tidak lagi menjadi pengatur dan pengontrol dalam interksi antar negara (perdagangan), memunculkan non-state actor sebagai pemain utama, sehingga hanya negara – negara yang memiliki modal besar (seperti AS dan negara neolib lainnya) yang mampu bersaing dalam perekonomian dan perdagangan internasional.
Strategi Membendung Faham Neoliberal :[3]
n  Melakukan pendidikan kritis dan kampanye tentang ekonomi pasar dan peta kekuatan modal
n  Mendorong lahirnya organ sosial yang memiliki basis sosial yang prural dan tuntutan politik yang hetrogen
n  Melakukan aksi pada isu-isu spesifik tentang penolakan proyek mercu suar (Pusat Perbelanjaan maupun Pendidikan mahal)
n  Melakukan tuntutan akan kembalinya fungsi negara sebagai penyedia layanan publik yang murah sekaligus bermutu
Strategi Anti Neolib Dalam Pergerakan :
n  Membuat media pencerahan sebagai lawan dari wacana dominan Neoliberal
n  Mendorong aksi-aksi massa yang memanfaatkan sentimen keadilan dan ekonomi rakyat
n  Memanfaatkan kekuatan-kekuatan sosial untuk mendorong tuntutan progresif yang selama ini jadi bahan tuntutan
n  Menciptakan basis logistik yang mandiri dan dimanfaatkan untuk kepentingan gerakan.


[1] Dikutip dari : “Pengantar Ilmu HI”, Anak Agung Banyu Perwita,

[2] Artikel Yopi Fetrian, S.Ip, M.Si, MPP – Anita Afriani, S.Ip, M.Si

[3] Eko Prasetyo

[4]  gambar diambil dari http://catatansyamsul.files.wordpress.com.