AKU TIDAK TAKUT SENDIRI. TUHAN PUN JUGA SENDIRI. DAN DIA MENJADI YANG MAHA KUAT KARENA ITU (SOE HOK GIE)

Kamis, 07 Juli 2011

Pembatasan penyadapan!!!,Cara lain pelumpuhan KPK???


Copyright http://yuhendrablog.files.wordpress.com
Oleh DWI ANDRIYANTO
Masih hangat di telinga tentang upaya pelumpuhan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan di seretnya para petinggi-petingginya kedalam kasus hokum. Terlepas dari apakah kasus itu rekayasa atau bukan. Tetapi hal ini membuat resah apakah keberadaan  Lembaga yang di tugasi untuk memberantas korupsi di negeri ini bisa eksis kedepannya menyeret para koruptor ke jeruji besi. Berbicara tentang pemberantasan korupsi, pemerintah menyiapkannya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)  tentang Tata Cara Intersepsi, aturan yang memuat tentang penyadapan ini pertama kali di gagas oleh menteri komunikasi dan informatika Tifatul Sembiring,walaupun sebenarnya aturan tentang penyadapan ini sudah diatur dalam UU no 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik dalam pasal 31 ayat (1) UU no 11 tahun 2008 tentang perbuatan yang dilarang adalah ‘setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hokum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau sistem elektronik tertentu milik orang lain’. Dan dalam ayat (2) menyebutkan ‘setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hokum melakukan intersepsi atas transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bersifat public’ , dan selanjutnya dalam ayat (3) yang isinya adalah ‘kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam penegakan hokum atas permintaan kepolisian, kejaksaan dan/atau institusi penegakan hokum yang lainnya di tetapkan berdasarkan UU dan dengan sanksi yang meaturnya yaitu pasal 47 yang isinya mengenai sanksi pasal 31 ayat (1) dan (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dengan adanya aturan dalam pasal-pasal tersebut harusnya sudah cukup jelas peraturan yang mengaturnya tetapi mengapa dalam pasal 31 ayat (4) di sebutkan ‘ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana diatur dalam ayat (3) diatur dengan perpu’ ,nah ayat inilah yang dijadikan dasar menkominfo dalam menggagas RPP tengtang tata cara intersepsi itu, yang jadi problematika adalah mengapa harus ada ayat ini sedangkan sudah cukup jelas dengan adanya ayat (3) bukanya berlaku  asas “lex    superiori derogate lege inferiori” undang-undang yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah, dengan demikian bisa digaris bawahi bawah pembuatan UU no 11 tahun 2008 sudah di rencanakan pula akan adanya pembuatan  RPP ini andai saja jika memang RPP ini jadi di sahkan hal ini adalah langkah awal dalam pembatasan intersepsi atau penyadapan itu yang nanti akan menghalangi dalam hal pemberantasan korupsi karena hanya KPK sajalah yang mempunyai UU no 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi itu pun belum menjamin apakah nantinya KPK tidak akan terganggu dengan RPP itu ,lalu bagaimana dengan institusi penegakan hokum yang lain. Walapun demikian RPP tata cara intersepsi ini sangat riskan terjadi polemic di masyarakat karena RPP ini jika jadi di sahkan akan timbul pertanyaan sejauh mana komitmen pemberantasan yang di eluh-eluhkan oleh kepala Negara kita, karena sesuai dengan komitmen kepala Negara kita untuk mengedepankan pemberantasan korupsi .  
Mengesampingkan hal tersebut yang jadi permasalahan sebenarnya adalah apa dari isi RPP tata cara intersepsi itu sendiri yaitu tentang pembatasan penyadapan dalam RPP Tata Cara Intersepsi ini di dalamnya telah diatur ketika akan melakukan penyadapan harus terlebih dulu meminta izin atau ketetapan dari ketua pengadilan jelas proses seperti ini sangat berlarut larut  ,terlebih lagi bagaimana jika yang akan di periksa itu adalah hakim atau ketua pengadilan, apakah izin itu tetap akan keluar?,karena Salah satu kunci sukses KPK dalam menyeret para koruptor-koruptor kedalam jeruji besi adalah dengan menggunakan kewenangannya besar yang di milikinya berupa “melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan mulai dari tahapan penyelidikan,penyidikan dan penuntutan” (Pasal 12 ayat (1) huruf a UU no 30 tahun 2002).
                Meskipun demikian hingga saat ini RPP tentang tata cara penyadapan ini pembahasannya belum final, di sini pulalah yang menurut departemen menkoinfo ada  tradisi  selama ini ,bahwa setiap rancangan regulasi apapun harus dan wajib di publikkan sebelum disahkan untuk di publikkan diadakanya uji public (konsultasi public) agar memperoleh tanggapan dari public, di sini pulalah kita harus berani menyampaikan aspirasi-aspirasi kita tentang RPP tata cara penyadapan ini agar memang kedepanya terlepas apakah RPP ini di jadi disahkan atau tidak dengan segala pertimbangan yang ada, RPP ini bisa efektif dan tidak menghambat dalam upaya pemberantasan korupsi di negeri ini.