OLEH : DWI ANDRIYANTO.
17 Agustus 1945, tentu merupakan tanggal, bulan dan tahun yang paling bersejarah bagi rakyat Indonesia. Sebagai catatan, dan selanjutnya terus menerus diperingati, ternyata rakyat Indonesia telah hidup merdeka selama 65 tahun.
Tak dipungkiri, hidup dialam merdeka setelah terbebas dari belenggu kaum penjajah atau yang kita sebut kaum kapitalis itu, sudah barang tentu telah terjadi berbagai perubahan dalam hidup dan kehidupan rakyat Indonesia.
Bukan soal meributkan hutang luar negeri kita yang tidak kunjung terselesaikan dan malah semakin tak karu-karuan jumlahnya. Dan, bukan pula mempersoalkan semakin dhasyatnya berbagai tindak korupsi yang terjadi di negara yang punya paham Pancasila. Selanjutnya, begitu juga bukan bermaksud ingin menohok hancurnya persoalan tatanan hukum, serta terpuruknya perekonomian rakyat yang punya konsep sebagai negara bertatanan koperasi.
Tetapi, walaupun sudah tidak dapat dikatakan usia kemerdekaan bangsa ini tidak lagi muda. Namun, rencana keinginan untuk hidup makmur dan sejahtera itu masih seperti bak api jauh dari panggang. Dan ini dapat dilihat serta sekaligus pula tentunya telah kita rasakan bersama-sama, kalau hidup yang penuh dengan ketelantaran seperti yang dimasudkan seperti judul diatas tadi, semakin kentara. Apalagi, jika dikaitkan dengan kondisi krisis energi yang sedang berlangsung saat ini.
Krisis energi, seperti kelangkaan bahan bakar minyak (BBM), tentunya merupakan pukulan terberat yang sedang dihadapi segenap bangsa Indonesia sekarang ini. Bayangkan, dampak dari kelangkaan BBM, telah berakibat naiknya seluruh harga-harga kebutuhan pokok rakyat yang mesti diakui tidak lagi dapat dikontrol oleh pemerintah. Kalau bicara soal kerugian, justru angkanya tak dapat lagi terhitung. Dan ini seperti, kondisi terhambatnya sarana transportasi yang diaki-batkan kelangkaan BBM itu.
Itu baru salah satu masalah yang diakibatkan krisis energi, belum lagi dampak akibat dari pemadaman listrik yang konon pemicunya masih soal BBM tadi.
Kita sebagai rakyat, dengan amat terpaksa, malah harus pasrah untuk menanggung beban akibat tak becusnya para pemimpin bangsa ini dalam menyelenggarakan roda pemerintahan. Belum lagi, hancurnya infrastruktur yang konon soalnya juga tidak dapat diatasi dengan baik oleh pelaku penyelenggara pemerintahan sekarang ini.
Dalam artian secara luas, ketelantaran yang dirasakan rakyat Indonesia setelah berhasil menghirup nafas kemerdekaan selama berpuluh-puluh tahun, justru ketelantaran ada sebagian orang yang mengaku ternyata masih layak hidup dialam penjajahan. Bukan arti uungkapannya itu menandakan tidak adanya rasa nasionalisme seperti yang sering digembar-gemborkan selama ini.
Tetapi masalahnya, ketelantaran yang dirasakan rakyat Indonesia, malah terjadi karena masih adanya budaya kavitalis yang dilakukan para pemimpin bangsa ini. Contoh, lihat saja budaya sogok menyogok hanya untuk mendapatkan kucuran anggaran pembangunan, budaya korupsi dalam menyelengarakan pemerintahan, belum lagi soal KKN hanya sekedar untuk menempatkan kroni-kroni di salah satu jabatan tertentu. Dan parahnya lagi, terkadang ketelantaran itu terjadi karena sistem yang dijalankan dalam menyelenggarakan negara ini, malah kental dari nuansa politik.
Ketelantaran yang sekarang ini terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bukanlah karena kemelaratan negara ini. Tetapi, ketelantaran yang dialami rakyat Indonesia, dikarenakan keserakahan, kerakusan, ketamakan, para pemimpin bangsa yang tak pernah akan mengakui hal itu.
Selamat membudayakan ketelantaran terhadap rakyat yang menjadi hamba Tuhan. Dan ingat, nanti siapapun, tak soal berpangkat jenderal bintang tujuh, penguasa berbadan kecil serta berkumis, Tuhan akan meminta pertanggungjawaban atas tindakan menelantarkan rakyatnya sendiri.
28 pokok kegagalan mendasar selama mengelola pemerintahan. Ke-28 kegagalan SBY yang disampaikan ke DPR itu sebagai berikut:
A. Kegagalan Presiden SBY dalam memimpin mempertahankan kokohnya filosofi dan konstitusi berbangsa dan bernegara.
· Gagal memahami akar persoalan bangsa Indonesia.
· Gagal memimpin menjaga dan menjalankan falsafah hidup berbangsa dan bernegara.
· Gagal memimpin menghentikan kekacauan politik kenegaraan dan kebangsaan yang diakibatkan oleh amandemen subversif terhadap UUD 1945.
· Gagal membendung pihak asing untuk mengobrak-abrik Undang-Undang dan berbagai peraturan di Indonesia.
· Gagal memimpin dan menyatukan cita-cita nasional.
B. Kegagalan Presiden SBY memimpin stabilisasi politik untuk rakyat.
· Gagal memimpin seluruh institusi kenegaraan yang mengakibatkan benturan antara lembaga negara.
· Gagal memimpin persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia.
· Gagal memimpin membangun stabilitas politik untuk kepentingan bangsa dan rakyat.
· Gagal memimpin dan gagal membangun tradisi politik sebagai alat untuk memperjuangkan kepentingan umum.
C. Presiden SBY gagal memimpin membangun kemandirian ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
· Gagal memimpin berjalannya perekonomian di atas prinsip demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
· Gagal membangun ekonomi yang mandiri.
· Gagal memimpin membangun ekonomi dengan basis perencanaan nasional yang mandiri.
· Gagal memimpin membangun ekonomi yang kuat, kokoh, dan berkelanjutan.
· Gagal memimpin meningkatkan kualitas ekonomi manusia Indonesia.
· Gagal memimpin menjaga stabilitas harga.
· Gagal memimpin menjaga kedaulatan pangan.
D. Presiden SBY gagal memimpin menegakkan hukum.
· Gagal memimpin menghentikan sekaligus terlibat memproduksi terjadinya tumpang-tindih produk hukum dan perundang-undangan.
· Gagal memimpin memberantas mafia hukum dan jual beli perkara yang terjadi di dalam tubuh institusi penegak hukum, Polri, Kejaksaan, MA, Pengadilan dan KPK.
· Gagal memimpin menegakkan hukum tanpa diskriminasi.
· Gagal memimpin membangun kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.
E. Kegagalan Presiden SBY dalam memimpin pertahanan dan keamanan.
· Gagal memimpin menjaga dan mempertahankan konsep permesta (tanah, alutsista, dan kesejahteraan).
· Gagal memimpin dalam menata, mengatur dan menjaga sistem inteligen yang fungsinya sebagai sistem peringatan dini bagi stabilitas negara.
· Gagal memimpin dalam menjaga dan mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara.
· Gagal memimpin meredam konflik antar-anak bangsa yang semakin meluas.
F. Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan
- Gagal memimpin membangun kerukunan antar-umat beragama, suku, ras, dan antar golongan.
- Gagal memimpin menghentikan menjalarnya mental dan budaya individualisme dan materialisme dalam tubuh masyarakat.
- Gagal menghentikan komersialisasi pendidikan.
- Gagal dalam mengubah dan memperbaiki moralitas pejabat negara