Pendahuluan
Di era Globalisasi sekarang ini , teknlogi informasi menjadi suatu yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusi saat ini, salah satu yang sangat berpengaruh diera globalisasi ni adalah Telekomunikasi, UU ini sudah masuk dalam agenda DPR RI sudah sejak 10 tahun yan lalu, UU ITE atau dikenal juga sebagai Cyber law ini disahkan pada tanggal 21 april 2008 , dengan persetujuan Presiden RI, susilo bambang yudhoyono, UU ini menuai banyak protes sebelum disahkan, terutama oleh para jurnalis, karena menurut mereka, UU ini akan menjadi penghambat pekerjaannya, bahkan mereka telah men-judical review UU ITE ini tapi, ditolak oleh MK.
Untuk itu penulis berusaha mengangkat tentang UU ITE ini, yang berfokus pada pertanyaan problematika UU ITE ini,seperti: Tindakan melawan hukum dalam UU no 11 tahun 2008, pasal-pasal “karet” dalam UU no 11 tahun 2008, Hubungan antara pasal-pasal penghinaan/pencemaran nama baik dalam KUHP dengan pasal 27 ayat(1,2,3) UU no 11 tahun 2008.
Tindakan melawan hukum dalam UU no 11 tahun 2008
Tindakan melawan hukum yang terdapat dalam UU ini adalah seperti:
1. Penayangan content yang memuat unsur-unsur pornografi,
2. Pelanggaran norma kesusilaan,
3. Pencemaran nama baik,
4. Penghinaan,
5. Permusuhan dan kebencian, dan sebagainya.
Pasal-pasal “karet” dalam UU ITE
UU Terdapat kurang lebih 11 pasal yan mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam UU ITE in, yang mencangkup 22 jenis berbagai macam perbuatan yang dilarang, dari 11 pasal yang tersebut, ada 3 pasal yang sangat dicurigai akan sangat membahayakan terutama bagi kalangan wartawan, media pers, blogger(FB-ers, twitter, dan benbagai situs jejaring sosial) yang bisa menyiarkan tulisanya lewat media internet, pasal-pasal tersebut adalah pasal 27 ayat(1,2,3) pasal 28 ayat 2, serta pasal 45 ayat (1) dan (2).
Hubungan antara pasal-pasal penghinaan dalam KUHP dengan pasal 27 ayat(1,2,3) UU No 11 tahun 2008
Pasal 27 dalam UU ITE bukanlah norma hukum yang berdiri sendiri, melainkan terkait atau berganung kepada norma hukum pidana dalam ketentuan hukum pidana umum(KUHP) sebagaimana dimuat dalam Bab XVI tentang kejahaan penghinaan, yaitu pasal 310-321 KUHP. Oleh sebab itu, makna dan pengertian “penghinaan dan/atau pencemaran nama baik” tidak boleh ditafsirkan dan dimaknai sendiri yang berbeda dengan penghinaan dan pencemaran nama baik sebagaimana yang dimuat dalam pasal 310 dan 311 KUHP .
Bila dikaitkan dengan kasus-kasus yang saat ini mencuat,seperti: kasusnya prita mulyasari dan luna maya yang diduga melanggar pasal 27 ayat (3) yang bebunyi
“setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmsikan dan/atau membuat dapatdiaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”
Dan pasal 310 KUHP berbunyi
Pasal (1) “barangsiapa sengaja menyerang kehormatan dan nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang dimaksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”
Pasal (2) “jika hal tu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan dimuka umum, maka diancam dengan pencemaan tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu limaratus rupiah”
Pasal (3) “Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis jika perbuatan jelas demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri”
UU no 11 th 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik terutama Pasal 27 ayat(3) diatas sebagai pasal yang”terlalu progresif” atau “terlampau progresif” yang dimana rakyat sebagai subyek hukum merasa”kaget” dengan UU ITE ini. Penulis sangat setuju dengan Hukum progresif yang dicetuskan oleh Guru besar Univ. Diponegoro. Prof Dr Satjipto Rahardjo S.H. akan tetapi seharusnya hukum progresif itu harus disesuaikan dengan budaya dimasyarakat, pengetahuan masyarakat mengenai hukum dan sebagainya, agar ketika suatu peraturan yang progresif itu diterapkan, masyarakat tidak merasa”kaget” dengan semua peraturan yang tercantup dalam suatu UU.
Kembali lagi keranah kasus prita dan luna maya, yang menjadi problematika selanjutnya adalah tentang sangsi yang diberlakukan didalam UU ITE.yang termaktub dalam Ketentuan pidana pasal 45 yang berbunyi “setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1),ayat (2), ayat (3) atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) ”
Sangsi ini jauh dari ketantuan KUHP yang hanya memberikan sangsi satu tahun empat bulan atau pidana denda empat ribu lima ratus rupiah .
Sangsi yang diajatuhkan bila melanggar pasal 27 ayat (3) itu beda 1 tahun dengan sangsi penganiayaan yang menimbulkan luka-luka berat di dalam KUHP yaitu dipidana penjara paling lama lima tahun . Yang banyak kalangan dengan nada celotehnya bilang “lebih enak menganiaya daripada menghina, toh,,sangsinya beda Cuma sedikit kok,,”
Ini menunjukan masyarakat “kurang cocok” dengan UU ITE ini. Karena memang “terlalu progresif-nya” untuk diterapkan dalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara.tulisan ditas hanya sedikit dari sekian banyak problematika yang ada didalam UU ITE, semoga semua permasalah-permasalahan ini akan terselesaikan dengan tidak melanggar norma-norma dan asa-asas dalam hukum.